kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

UNEP mencatat 76% karhutla periode Januari-Oktober 2019 terjadi di lahan terlantar


Jumat, 06 Desember 2019 / 20:43 WIB
UNEP mencatat 76% karhutla periode Januari-Oktober 2019 terjadi di lahan terlantar
ILUSTRASI. Warga mengendarai sepeda motor sambil membawa selang untuk melakukan pemadaman kebakaran lahan gambut di desa Ganepo, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rabu (2/10/2019).Kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Provinsi Kalteng masih te


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

Sudarsono menambahkan, banyak hal yang perlu dicermati dan bisa diperdebatkan dalam Permen LHK No 7 tahun 2014 terkait metode penghitungan besaran ganti rugi dan biaya pemulihan.

Hal ini karena sejumlah aturan dalam regulasi tersebut  memberlakukan penghitungan ganda (double counting) bahkan multiple counting.

Menurut Sudarsono, Penghitungan ganda misalnya terjadi pada penghitungan ekosistem dan biodiversity serta carbon indeed dan carbon loss. Dalam penghitungan hilang peluang ekonomi (economic losses) juga terjadi double counting.Permen tersebutnya memisahkan antara pendapatan dan keuntungan. Padahal, logikanya keuntungan merupakan bagian dari pendapatan.

Baca Juga: Update bencana di Indonesia sepanjang tahun 2019

“Penghitungan ganda berakibat pada nilai ganti rugi atas gugatan secara perdata yang nilainya fantastis Rp 315 triliun atau jika dirata-rata sebesar Rp 300 juta per hektar. Padahal sejumlah kajian hanya menghitung nilai ganti rugi  dalam kisaran Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per hektar.

Jika regulasi itu dipaksakan, potensi kebangkrutan investasi berbasis sumber saya alam seperti perkebunan sawit dan hutan Tanaman Industri (HTI) sangat besar karena tidak mampu membayar.

“Jika KLHK yakin bahwa angka fantastis gugatan bisa bisa dipertanggungjawabkan, sebaiknya nilai tersebut diajukan ke Uni Eropa sebagai kompensasi untuk untuk menjaga kawasan hutan dari karhutla,” katanya.

Baca Juga: Lahan gambut di OKI masih terbakar meski diguyur hujan 1,5 jam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×