Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana kembali melakukan impor 1,6 juta ton beras untuk menambah stok cadangan beras pemerintah (CBP).
Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian, Unika Santo Thomas Medan Posman Sibuea mengatakan, produksi beras yang dilaporkan meningkat setiap tahun seharusnya bisa mencukupi konsumsi nasional.
Langkah-langkah konkret untuk menjadi solusi antisipatif sudah harus segera disusun untuk dilakukan guna mencegah turunnya stok beras dan pangan lainnya.
"Namun produksi kerap tidak mencukupi kebutuhan. Krisis beras yang sering terjadi seharusnya mendorong pemetaan secara konkret jenis-jenis pangan lokal non beras dan tingkat konsumsinya," kata Posman kepada Kontan, Senin (26/2).
Baca Juga: Cadangan Beras Pemerintah 1,4 Juta Ton, Bulog: Penuhi Kebutuhan Ramadan dan Lebaran
Posman menilai, krisis beras harus dijadikan sebagai pelajaran baru untuk membangkitkan kedaulatan pangan dengan memuliakan pangan lokal.
Strateginya, harus fokus pada penguatan kelembagaan pangan, peningkatan produksi dan kualitas pangan lokal serta mengenalkannya sejak dini di tengah masyarakat.
Sebab, saat umbi-umbian, sagu dan sorgum kian dilirik generasi Z dan milenial di masa datang karena rasanya sudah bersahabat di lidah menyamai produk olahan terigu, maka pemerintah dan masyarakat telah berhasil memuliakan pangan lokal.
Namun jika yang terjadi sebaliknya, dikuatirkan komoditas itu terancam lenyap selamanya dan hanya menjadi catatan sejarah di masa datang.
Menurutnya, pemerintah kabupaten dan kota yang tampak masih gamang perlu didorong untuk merancang program yang mampu menepis potensi krisis beras dan pangan lainnya.
Program kerja pemerintah kabupaten dan kota perlu memberi ruang untuk pengembangan pangan pokok lokal guna menyukseskan program percepatan penganekaragaman pangan. Program ini diharapkan bisa memberi solusi.
Namun, hingga saat ini belum semua daerah mengembangkan secara baik potensi tanaman umbi-umbian yang relatif lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim dibanding tanaman padi.
Padahal, pemerintah kabupaten seharusnya lebih siap mengatasi krisis beras karena memiliki pengalaman mengatasi dampak Covid-19 yang telah menghantam pilar kedaulatan pangan.
"Pengurangan konsumsi beras belum berjalan dengan baik karena pemerintah masih mendua hati dengan program penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal," ujar Posman.
Posman menilai, program beras bansos tetap berlangsung setiap tahun dan menjadi jurus andalan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dengan menyediakan beras murah.
Padahal, seharusnya pemerintah secara berkelanjutan mendukung penuh model pengembangan pangan pokok lokal. Baik dari segi pendanaaan maupun peningkatan mutu sumberdaya manusia untuk melakukan sosialisasi.
Baca Juga: Bapanas: Defisit Produksi Jadi Momok Kenaikan Harga Beras Dalan Negeri
Idealnya, untuk memuliakan pangan lokal, Badan Pangan Nasional harus tetap berada di depan untuk menarik gerbong kedaulatan pangan.
Perannya amat strategis, paling tidak mengemban tugas antara lain memutakhirkan data ketersediaan dan konsumsi pangan secara berkala, menyusun kebijakan pangan nasional di bidang ketersediaan (termasuk impor), distribusi, penganekaragaman pangan, mutu konsumsi dan keamanan pangan serta penanganan kerawanan pangan dan gizi. Serta melakukan promosi percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal.
"Untuk meningkatkan cadangan pangan pemerintah, Bapanas perlu terus membangun literasi bahwa cadangan pangan pemerintah tidak hanya beras tetapi juga pangan nonberas berbasis sumber daya lokal," terang Posman.
Sebab, dalam Permentan Nomor 65 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Ketahanan Pangan menyebutkan penyediaan cadangan pangan sebesar 500 kg ekuivalen beras di tingkat rukun tetangga untuk kebutuhan minimal 3 bulan, yang bersifat pangan pokok tertentu dan sesuai dengan potensi lokal.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, impor 1,6 juta ton beras baru rencana. Sebab, pemerintah tengah melakukan proses realisasi impor dengan kuota 2 juta ton pada tahun 2024.
"Sekarang kita fokus di (impor) 2 juta (ton beras) dulu, yang baru masuk 500.000 (ton beras)," ucap Arief di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (26/2).
Arief menyebut bahwa presiden meminta harus ada stok minimal 1,2 juta ton beras di Bulog. "Malah pinginnya ada 3 juta ton sehingga ketika produksi dalam negeri belum, pemerintah tetap memasukkan," kata Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News