Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Ia juga melihat bahwa adanya perpanjangan insentif ke sektor otomotif dan properti di tahun 2022 lantaran kedua sektor tersebut mampu mengoptimalkan insentif dan berdampak ke pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kebijakan insentif harus memacu sektor usaha untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada ekonomi nasional. Seperti sektor properti dan otomotif yang berhasil menaikkan penjualan dan berpengaruh ke sektor usaha lainnya,” imbuhnya.
Selain itu sesuai UU HPP terdapat beberapa objek pajak baru yang akan terkena kebijakan kenaikan PPN. Di antaranya barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan orang banyak dan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Sementara itu Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu optimistis kenaikan tarif PPN 1 April nanti akan berdampak terbatas terhadap inflasi.
Baca Juga: Insentif Pajak Properti dan Otomotif Diperpanjang
"Dampak kenaikan tarif PPN akan cukup terbatas karena kenaikannya juga terbatas dari 10% menjadi 11% [%]. Itu pun mulai 1 April. Jadi dalam konteks setahun dampaknya hanya berlaku selama tiga kuartal," tutur Febrio dalam sebuah taklimat media virtual, Kamis (10/2) lalu.
Kebijakan kenaikan tarif PPN ini merupakan upaya pemerintah untuk menaikkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau tax ratio di tahun 2022. Febrio memperkirakan rasio pajak pada tahun ini bisa mencapai hingga 9,5% terhadap PDB.
Melalui ekstensifikasi pajak ini, Pemerintah menargetkan tax ratio di akhir tahun 2024 mencapai 10% terhadap PDB.
Selain kenaikan tarif PPN menjadi 11 % mulai April 2022; UU HPP juga mengatur penambahan tax bracket PPh 35 % bagi wajib pajak berpendapatan di atas Rp5 miliar setiap tahun.
Selain itu juga terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) hingga Juni 2022 (tax amnesty) dan penerapan pajak karbon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News