Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Integrasi ekonomi kawasan Asia Tenggara tidak hanya menawarkan kesempatan bagi tenaga kerja asal Indonesia. Menurut Wakil Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F. Abdurrahman, tenaga kerja asal Indonesia akan kalah jika harus bersaing dengan tenaga kerja asing yang terampil.
"(Sektor) logistik itu, kalau tenaga kerja diambil dari negara ASEAN di kawasan Indo-China, Myanmar, Laos, upahnya murah tapi terampil, habislah tenaga kerja kita," ujar Sumarna, Kamis (11/9).
Menurut Sumarna, sektor logistik adalah bagian dari lima sektor jasa yang akan berkembang dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun, Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan sektor tersebut.
Tidak hanya sektor logistik. Secara umum, tenaga kerja Indonesia pun belum dibekali dengan keterampilan bersertifikat. Hal senada disampaikan pula oleh Rektor Sekolah Tinggi Media Komunikasi Trisakti, sekaligus Ketua Komite Tetap Koordinasi Himpunan Dewan Bisnis Kadin, Bayu Prawira Hie.
"Hal ini penting untuk mendorong perguruan tinggi, mau didik seperti apa muridnya. Tanpa standardisasi, lulusan perguruan tinggi tidak siap pakai. Kuncinya pada sertifikasi," ujar Bayu.
Sejauh ini, berdasarkan data yang dimiliki BNSP, kualitas tenaga kerja Indonesia lebih unggul dibandingkan Filipina dan Vietnam. Namun, kualitas tenaga kerja Indonesia sudah tertinggal dari Malaysia dan Thailand.
Meski pemerintah sudah mengeluarkan regulasi tentang ketenagakerjaan dan pembentukan BNSP untuk mencetak tenaga kerja yang kompeten dan profesional, namun implementasinya terbukti belum maksimal.
Seharusnya, lulusan lembaga pendidikan mengikuti uji kompetensi. Mereka yang lulus uji kompetensi akan menerima sertifikat. Sertifikat tersebut menjamin kompetensi tenaga kerja tersebut.
Sumarna mencontohkan, perusahaan-perusahaan yang menerima tenaga kerja dari berbagai negara di ASEAN tidak lagi melihat asal negara tenaga kerja. Perusahaan melihat kemampuan yang dibuktikan dengan sertifikat.
"Oleh karena itu, kita harus mengembangkan standar kompetensi supaya lembaga pendidikan mendapatkan amunisi tentang apa yang dibutuhkan oleh industri. Kita juga mendorong tenaga pendidikan untuk menyelenggarakan pelatihan berbasis standar kompetensi," pungkas Sumarna. (Tabita Diela)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News