kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Stimulus pajak melawan dampak corona bebani penerimaan pajak


Minggu, 15 Maret 2020 / 19:05 WIB
Stimulus pajak melawan dampak corona bebani penerimaan pajak
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kiri) bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kiri), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kiri) dan Ketua OJK Wimboh Santoso (kanan) memberikan keterangan kepada media tentang Stimulus Kedua P


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka menanggulangi dampak virus korona atau Covid-19 pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 22,95 triliun dengan relaksasi pajak kepada dunia usaha dan karyawan. Namun demikian, target penerimaan pajak tahun ini saja sudah cukup memberikan beban otoritas pajak.

Stimulus yang digelontorkan antara lain pertama relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk karyawan di sektor pengolahan atau manufaktur.  Nantinya 100% kewajiban pajak karyawan sektor tersebut ditanggung oleh pemerintah. Estimasi pemerintah, insentif yang dikeluarkan mencapai Rp 8,6 triliun.

“Ini memberikan tambahan penghasilan bagi para pekerja di sektor industri pengolahan untuk mempertahankan daya beli,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Kamis (13/3).

Baca Juga: IHSG diproyeksikan menguat pada perdagangan Senin (16/3), ini penyebabnya

Kedua, relaksasi PPh Pasal 22 Impor yang diharapkan berdampak dapat mempertahankan laju impornya. Stimulus ini akan diberikan kepada 19 sektor yakni industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri alat angkutan, industri makanan, industri logam dasar, industri kertas dan barang dari kertas, industri minuman, industri farmasi produk obat kimia dan obat tradisional, industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer.

Ketiga, industri keret, barang dari karet, dan plastik, industri barang galian bukan logam, industri pakaian jadi, industri peralatan listrik, industri tekstil, industri mesin dan perlengkapan YTDL, industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya, industri percetakan dan reproduksi media rekaman, industri kulit, barang dan dari kulit dan alas kaki, industri furniture, serta industri komputer barang elektronik dan optic. 

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan alokasi dana sebesar Rp 8,15 triliun. Ketiga, pengurangan PPh pasal 25 sebanyak 30% untuk seluruh jenis usaha dengan anggaran senilai Rp 4,2 triliun.

Baca Juga: Dukung reformasi industri keuangan non bank, AAJI syaratkan 4 hal ini ke OJK

Keempat, relaksasi restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat tanpa ada audit di awal, dengan proyeksi insentif sebanyak Rp 1,97 triliun. Keempat stimulus pajak ini akan berlangsung selama enam bulan yakni pada April-September 2020. 

“Seluruh insentif ini bersifat sementara karena kita semua berharap bahwa wabah korona akan segera berlalu.  Secara umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tetap terus akan melakukan langkah-langkah strategis untuk menjaga penerimaan pajak di tahun 2020,” kata Direktur Perpajakan II DJP Kemenkeu Yunirwansyah kepada Kontan.co.id, Sabtu (14/3).

Baca Juga: Jelang rapat The Fed, analis prediksi IHSG bakal rebound di pekan depan

DJP menargetkan penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.642 trilun atau tumbuh 23,3% dibanding realisasi tahun lalu senilai Rp 1.577,6 triliun. Yunirwansyah mengatakan diharapkan dengan adanya insentif PPh Pasal 25, PPh Pasal 22 Impor, dan restitusi PPN yang dipercepat dapat segera memperbaiki likuiditas perusahaan. Dus produktivitas dunia usaha membaik di akhir tahun. 

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan tanpa stimulus pajak terhadap virus korona, realisasi pajak tahun ini hanya berada di level 87,1%-89% dari target akhir tahun 2020.

Menurutnya, ketika kebijakan fiskal ini lebih dikedepankan maka tentu ada implikasinya di jangka pendek di fungsi lainnya yaitu pajak sebagai fungsi budgeter.

Baca Juga: Virus Corona (Covid-19) Merebak, Pengunjung Mal dan Pusat Perbelanjaan Menyusut

Namun demikian, Darussalam menilai terpenting saat ini, bagaimana pajak berperan menjalankan salah satu fungsinya yaitu fungsi regulerend untuk mengatasi dampak negatif dari corona ini melalui kebijakan fiskal. 

“Adanya kemungkinan shortfall hanya merupakan konsekuensi logis dari kebijakan regulerend yang diambil. Jadi seharusnya target penerimaan secara otomatis disesuaikan dengan tax expenditure yang terjadi,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Minggu (15/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×