Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan berbagai hal untuk memastikan kemungkinan adanya tax amnesty kedua tersebut.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah saat ini telah memiliki instrumen yang tak kalah ampuh untuk menyusuri potensi wajib pajak yaitu sistem pertukaran data perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Baca Juga: Ini pertimbangan Sri Mulyani sebelum putuskan Tax Amnesty kedua
Seperti yang diketahui, sistem AEoI yang berlaku secara internasional tersebut bertujuan mencegah penghindaran pajak, pengelakan pajak, penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak, serta mendapatkan Informasi terkait kewajiban perpajakan wajib pajak.
“Waktu tax amnesty yang dulu, tidak ada AEoI sehingga pemerintah masih reka-reka siapa saja potensinya. Sekarang, kami sudah dapat pertukaran informasi secara mandatory dan reguler dari 90-an yurisdiksi di dunia,” kata dia.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu mencatat, jumlah partisipan AEoI saat ini mencapai 98 yurisdiksi, meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya 65 negara.
Baca Juga: Wacana Tax Amnesty jilid dua tidak baik bagi sistem perpajakan ke depan
Sementara itu, negara tujuan pelaporan tahun ini mencapai 82 yurisdiksi, juga lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 54 yurisdiksi.
Sri Mulyani menjelaskan, dengan adanya kesepakatan antar negara-negara di dunia untuk AEoI ini, sejatinya akan sulit bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran dan pengelakan pajak (tax avoidance dan tax evasion) ke depan.
Tambah lagi, pemerintah saat ini juga telah memiliki akses ke semua lembaga keuangan di dalam negeri.
Baca Juga: Diminta gelar tax amnesty lagi, Sri Mulyani ingatkan sudah ada AEoI
“Sekarang sudah ada 47 juta transaksi yang sudah dilaporkan (dari AEoI) dan nilainya ribuan triliunan euro. Jadi sekarang dunia semuanya tahu kemana para wajib pajak mereka, kita semua sudah kompak,” tutur dia.
Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap, masyarakat yang merasa masih memiliki kewajiban untuk segera memenuhinya sesuai dengan amanat konstitusi. Sebagai regulator, ia juga berjanji akan memberikan pelayanan yang terbaik, kredibel, dan akuntabel kepada para pembayar pajak.
“Sekarang saatnya kita harus menjalankan konsekuensi tax amnesty. Kami selalu terus menerus menjelaskan, ayo sama-sama penuhi kewajiban membayar pajak sesuai Undang-Undang,” tutur Menkeu.
Senada, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pasca-amensti sudah diikuti keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan melalui Perppu 1 Tahun 2017/UU No. 9 Tahun 2017 – baik atas aset di dalam maupun di luar negeri.
Baca Juga: Soal tax amnesty jilid kedua, ini pendapat Kadin
Ini sejalan dengan peta jalan penegakan hukum pasca-amnesti yang akan lebih efektif jika didukung data dan informasi yang akurat.
Artinya, semua pihak, terutama institusi negara, kini memperkuat dan mem-back up penuh DJP untuk melakukan reformasi pajak dan penegakan hukum yang terukur, imparsial, objektif, dan adil.
“Dengan kata lain, peta jalan setelah tax amnesty adalah keterbukaan informasi dan penegakan hukum,” tutur Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News