Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa gerah mendapat desakan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Selain beralasan rakyat sudah terlalu banyak beban dan tidak ingin menambah beban lagi, ia juga meminta agar kebijakannya dihormati oleh presiden terpilih Joko Widodo.
Melalui program “Isu Terkini” di kanal Youtube yang diunggah Jumat (29/8), SBY mengatakan, bahwa tidak baik menuduh sebuah pemerintahan membebani pemerintahan yang lain. “Setiap pemerintahan setiap pemimpin menghadapi tantangannya, dan dituntut untuk mengambil resiko, menghadapi dan menjawab tantangan itu,” kata Presiden SBY.
Ia menunjuk contoh tahun 2005 ketika sebagai Presiden RI yang baru beberapa saat menjabat, ia menaikkan harga BBM dengan prosentase yang begitu tinggi. “Saya kan tidak pernah mengatakan pemerintahan Megawati membebani pemerintahan saya, tidak. Saya tahu pemerintahan Megawati memiliki tantangan tersendiri, pemerintahan saya pun demikian,” tutur SBY.
Presiden SBY mengingatkan, kalau tujuannya untuk membikin pemerintahan yang akan datang itu serba mudah misalnya ke depan, dengan cara memberikan semuanya misi atau beban ini kepada pemerintahan sekarang, itu kan juga tidak baik. “Menurut saya selalu ada kewajiban, tugas, dan tantangan yang harus dijawab oleh satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain,” ujar SBY.
Menurut SBY, ia pun mencoba melakukan sesuatu yang bersejarah yang belum pernah ada dalam masa pemerintahan transisi. “Saya pun juga ingin membantu tetapi kan tidak berarti semua harus mengikuti apa yang diinginkan oleh pemerintahan yang akan datang. Kita harus saling menghormati kebijakan masing-masing serta pilhan masing-masing,” tukasnya.
Soal kenaikan harga BBM yang didesakkan sejumlah kalangan kepada pemerintahannya di masa-masa akhir ini, Presiden SBY mengatakan, meskipun harga keekonomian atau harga pasar premium atau bensin saat ini Rp 11.000 per liter, tidak berarti pemerintah harus menjual dengan harga segitu kepada rakyat.
Ia mengingatkan, ada keputusan judicial review Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengingatkan, bahwa ketika menetapkan harga minyak, pemerintah wajib mempertimbangkan daya beli rakyat.
Dengan cara pandang seperti itu, Presiden SBY menilai, kalau harga pasar Rp 11.000 bisa saja pemerintah menginginkan harga premium atau bensin itu Rp 9.000. Lalu, alau daya beli rakyat meningkat lagi bisa Rp 10.000.
SBY melanjutkan, kalau kita ingin Rp 9.000, sekarang harganya Rp 6.000 setelah kami naikkan tahun lalu tinggal Rp 3.000, tinggal sekitar 50% gapnya atau kurangnya. “Artinya, di masa depan dengan tahapan tertentu, kalau misalkan akan dinaikkan 2 kali misalnya, setiap kenaikan itu hanya sekitar 25%. Bandingkan dulu, waktu 2005 kami menaikkan karena 2004 tidak pernah naik, kami harus menaikkan 2 kali, dan jumlahnya 140%. Berat sekali,” paparnya.
Jadi, kata SBY, saat ini harga keekonomian BBM dengan harga subsdi itu makin kecil gapnya. Dengan demikian, penyesuaian di masa depan itu akan lebih mudah dibandingkan kalau gapnya masih jauh.
Presiden juga mengingatkan, jika saat harus menaikkan harga BBM itu dengan harga yang jauh lebih tinggi, bagaimanapun dampaknya, inflasi, kenaikan harga-harga, maka rakyat miskin juga yang akan menanggung bebannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News