kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

SBY: Ada tekanan luar biasa menaikkan harga BBM


Jumat, 29 Agustus 2014 / 23:27 WIB
SBY: Ada tekanan luar biasa menaikkan harga BBM
ILUSTRASI. APCNG melihat prospek niaga biogas cukup besar di Indonesia. ANTARA FOTO/FB Anggoro/ama.


Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku mendapatkan tekanan yang luar biasa untuk menaikkan harga bahan bakar subsidi (BBM). Tekanan menurut SBY berasal dari kalangan partai politik tertentu, media massa konvensional tertentu, dan sejumlah pihak.

SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini "curhat", bahwa dirinya pada tahun 2004 tidak mendesak pemerintahan yang ada untuk segera menaikkan BBM subsidi. "Padahal dulu gab yang ada jauh sekali antara harga subsidi dan harga keekonomiannya," kata SBY dalam video resmi yang diunggah di youtube bertajuk "Tidak Mau Bebani Rakyat, Presiden SBY Pertahankan Harga BBM". Video berdurasi 24.47 menit tersebut diunggah pada Jumat (29/8/2014). 

Dia mengatakan, ingin memahami mengapa dipaksa untuk menaikkan harga BBM. Jika memang alasannya untuk menurunkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintahannya sudah melakukan langkah-langkah. Contohnya adalah dengan menaikkan harga BBM pada tahun lalu, dan pada tahun ini menaikkan tarif dasar listrik, harga gas, dan pemotongan anggaran. "Itu dalam rangka mengurangi defisit," katanya.

Dia mengaku, rencana menaikkan harga BBM subsidi selalu ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bahkan sejumlah fraksi dari awal tidak pernah setuju dengan kenaikan harga BBM. "Alasannya inflasi naik dan kemiskinan membengkak. Justru mengapa tiba-tiba kami dipaksa menaikkan harga BBM, tidakkah meningkatkan kemiskinan dan membebani masyarakat," katanya.

Dengan alasan itu, SBY mengaku memiliki pandangan berbeda, sehingga tidak akan menaikkan harga BBM pada tahun ini. Walau begitu dia mengaku terus memantau keadaan dan kontenjensi. Dan apabila dalam 7 minggu ke depan ada perubahan situasi yang dramatis, misalnya harga minyak dunia meroket sehingga jika BBM tidak dinaikkan maka APBN jebol. "Pasti terpaksa saya naikkan," katanya.

Hanya saja, situasi berbeda ada pada saat ini. Harga minyak mentah cenderung turun, sehingga logika menaikkan harga BBM subsidi tidak tepat.  

Dia menjelaskan, saat ini harga keekonomian atau harga pasar BBM subsidi jenis premium memang sebesar Rp 11.000 per liter. Tetapi, menurutnya, tidak harus juga pemerintah menjual harga BBM sesuai harga pasar karena menyesuaikan daya beli masyarakat. Dengan harga pasar Rp 11.000, bisa saja kemudian premium dijual Rp 9.000 atau Rp 10.000 jika daya beli masyarakat naik. Jika harga menjadi Rp 9.000, maka gap kurang dari Rp 3.000 per liter dari harga saat ini yang sebesar Rp 6.500 per liter.

SBY kemudian membandingkan dengan kenaikan BBM di zamannya yang lebih dari 100%. Sehingga menurutnya, beban kenaikan BBM yang harus dilakukan pemerintah baru pimpinan Jokowi-JK akan lebih mudah. "Setiap pemimpin selalu menghadapi tantangannya, dan dituntut menghadapi tantangan itu," katanya.  

Dia menambahkan, jika kemudian pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menaikkan BBM subsidi pada tahun depan, Partai Demokrat mengaku akan setuju asalnya tidak merugikan rakyat. 

"Tentu (dilihat) berapa besar naiknya, kapan dinaikan, lalu ada tidak proteksi atau perlindungan ke rakyat miskin. Kalau besaran pas, timingnya tepat, dan pemerintahan Jokowi juga perhatikan yang miskin yang terdampak dari (kenaikan harga) BBM itu, Partai Demokrat pasti setuju, akan mendukung," sebut SBY. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×