Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan DPR RI mengesahkan beleid baru perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Kamis (7/10). Salah satu perubahan dalam UU HPP tersebut adalah ini mengatur pengurangan sanksi dengan tidak memberlakukan pidana penjara bagi pelanggar pajak.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, pengurangan sanksi dalam UU HPP tersebut dinilai sudah berada dalam posisi ideal pengurangan sanksi dengan tidak memberlakukan pidana penjara bagi pelanggar pajak.kedua atau the second best policy.
Sebab, menurut Prianto kebijakan menurut UU HPP tersebut merupakan hasil dari kompromi antara pemerintah dan DPR RI yang juga mewakili seluruh masyarakat Indonesia.
“Dari sudut tujuan penyusunan RUU HPP berupa peningkatan kepatuhan sukarela atau voluntary compliance, saya melihat kebijakan pengenaan sanksi di UU HPP sudah memadai karena tidak memberatkan Wajib Pajak,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (10/10).
Sehingga, dengan demikian, Prianto berharap pengenaan sanksi yang lebih ringan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela. Menurutnya pada akhirnya, Wajib Pajak akan meningkatkan kesadaran pajak atau tax awareness mereka. Selain itu, Prianto bilang, kepatuhan sukarela tersebut akan mengarah ke voluntary cooperation alias kerja sama sukarela antara Wajib Pajak dan otoritas pajak.
Baca Juga: Begini cara menghitung tarif pajak penghasilan yang harus dibayar dalam UU HPP
Sebagai informasi, pada 2020, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) Kemenkeu, memenangkan kasus pidana perpajakan terhadap, RW, Direktur Operasional PT DC, wajib pajak yang curang dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Melalui sidang secara online pada 5 Agustus 2020, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Yosdi SH menjatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 20,5 miliar, yaitu dua kali jumlah kerugian negara, kepada RW atas perkara tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana pencucian uang.
Akan tetapi, jika terdapat kasus pelanggaran pajak atau kasus serupa maka sesuai ketentuan dalam UU HPP pelanggar tidak akan dikenai hukuman pidana, melainkan hanya berupa denda saja. Selain itu besaran dendanyapun dalam UU tersebut menurun.
Misalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan jika wajib pajak (WP) mengajukan gugatan keberatan atas tagihan yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan hasilnya dimenangkan oleh DJP, maka sanksi administratif yang harus dibayar oleh pelanggar pajak adalah sebesar 30%. Besaran tarifnya diturunkan dari UU yang lama yakni sebesar 50%.
“Meski tarifnya lebih rendah, tapi tetap memberikan pencegahan terhadap berbagai upaya untuk penghindaran pajak,” imbuh Sri Mulyani.
Selanjutnya: Begini rincian program pengungkapan sukarela pajak dalam UU HPP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News