kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

RUU Polri Dibahas, Koalisi Masyarakat Sipil: Jadikan Polri Lembaga


Minggu, 06 April 2025 / 19:22 WIB
RUU Polri Dibahas, Koalisi Masyarakat Sipil: Jadikan Polri Lembaga
ILUSTRASI. Sejumlah pasukan polisi melakukan defile saat upacara HUT Ke-78 Bhayangkara di Lapangan Monas, Jakarta, Senin (1/7/2024).


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Revisi Undang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebut akan segera dilakukan. Sementara itu, penolakan terhadap revisi UU tersebut telah berembus kencang di media sosial. 

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian menilai RUU polri ini memuat sejumlah pasal bermasalah dengan substansi perluasan kewenangan dan menjadikan institusi yang "superbody". 

"Sayangnya berbagai penambahan kewenangan yang dimuat tidak disertai dengan pengaturan yang tegas dan ketat mengenai  mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kewenangan aparatur kepolisian," kata Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Kepolisian dalam siaran persnya, Sabtu  (5/4). 

Baca Juga: Korlantas Polri Catat Angka Kecelakaan pada Arus Mudik Lebaran 2025 Turun 31%

Menurut Koalisi Masyarkat Sipil, berbagai kewenangan tambahan yang disisipkan dalam RUU Polri bahkan berada di luar tugas utama Polri yang diatur oleh Konstitusi yakni sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

RUU Kepolisian juga mash dianggap gagal dalam menyorot masalah utamanya, termasuk kegagalan dalam meyorot aspek lemahnya mekanisme pengawasan dan kontrol publik terhadap kewenangan kepolisian yang terlalu besar. 

"RUU Polri yang seharusnya digagas guna menyelesaikan persoalan-persoalan fundamental yang terjadi di tubuh kepolisian tersebut seperti perihal pengawasan, malah tidak mendapat tempat di dalam RUU ini," jelasnya. 

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Tak Bahas Revisi UU Polri

Di samping itu, RUU Polri dianggap tidak memiliki agenda memperkuat perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan memihak kepentingan masyarakat sipil, hingga mengabaikan perbaikan mekanisme pengawasan yang pada gilirannya akan melanggengkan impunitas terhadap anggota kepolisian yang menjadi pelaku kejahatan atau pelanggar hukum. 

Melalui RUU Polri ini pula, kepolisian semakin potensial menjadi salah satu aktor keamanan yang dapat dengan mudah dijadikan alat politik untuk memfasilitasi kejahatan penguasa negara hingga alat kekerasan untuk menciptakan ketakutan di tengah masyarakat untuk melanggengkan kekuasaan. 

Bahkan yang tidak kalah membahayakan, RUU Polri ini juga dapat memfasilitasi kebangkitan dwi fungsi ABRI dalam tubuh kepolisian sebagai aktor politik yang menyimpang dari desain negara hukum dan demokrasi yang dicita-citakan paska reformasi. 

Lebih lanjut, setidaknya ada beberapa pasal yang dianggap bermasalah dalam RUU yang tengah dibahas bersama DPR RI ini, diantaranya sebagai berikut: 

    1.Pasal 16 Ayat 1 Huruf (q) dari RUU Polri yang memperkenankan Polri untuk melakukan pengamanan, pembinaan dan pengawasan terhadap Ruang Siber. Balied ini dianggap akan semakin memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak untuk memperoleh informasi; serta hak warga negara atas privasi terutama yang dinikmati di media sosial dan ruang digital. 

    2.Pasal 16B RUU Polri mengatur perluasan terhadap kewenangan Intelkam dengan memperbolehkan Intelkam Polri melakukan penangkalan dan pencegahan terhadap kegiatan tertentu guna mengamankan kepentingan nasional. 

    3.Pasal 14 ayat (1) huruf o memberikan Polri kewenangan untuk melakukan penyadapan Kewenangan untuk melakukan penyadapan tersebut akan menimbulkan disparitas dengan kewenangan serupa yang dimiliki oleh lembaga penegak hukum lainnya seperti KPK. Dengan ini, kewenangan untuk melakukan penyadapan rentan terjadi penyalahgunaan karena pada RUU Kepolisian, kewenangan penyadapan oleh Polri disebut dilakukan dengan didasarkan pada undang-undang terkait penyadapan, padahal Indonesia hingga saat ini belum memiliki suatu peraturan perundang-undangan mengenai penyadapan. 

    4.Pasal 14 Ayat 1 (g) RUU Polri, polisi memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan teknis kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), penyidik lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Pasal ini akan semakin mendekatkan peran Polri menjadi superbody investigator. 

    5.Pasal 14 Ayat 1 Huruf (e) menyatakan polisi akan turut serta dalam pembinaan hukum nasional sehingga menimbulkan ketidakjelasan tentang apa yang akan dilakukan dan bersifat tumpang-tindih dengan kewenangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Balied ini dianggap menambah daftar kewenangan yang tidak jelas peruntukannya dan menimbulkan tumpang-tindih kewenangan antara kementerian/lembaga negara. 

Baca Juga: RUU Polri Bakal Dibahas DPR, Koalisi Masyarakat Sipil: Harus Dicabut

Selanjutnya: Pemerintah Dikejar Tenggat 9 April 2025 untuk Respon Kebijakan Tarif Resiprokal AS

Menarik Dibaca: Cara Membuat Foto ala Studio Ghibli dengan Bantuan ChatGPT, Simak Tutorialnya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag

Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×