Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih melemah di tengah ketidakpastian global. Bahkan, rupiah sempat hampir menyentuh Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar mengungkapkan, pelemahan rupiah karena menguatnya dolar AS.
"Jadi ini karena dolar AS yang menguat. Bukan semata-mata karena kondisi Indonesia. Pelemahan nilai tukar juga terjadi pada seluruh negara," terang Firman, Selasa (24/10) di Jakarta.
Baca Juga: Implementasi DHE Sumber Daya Alam Belum Optimal Jaga Rupiah? Ini Kata Menko Airlangga
Firman juga menjelaskan, pelemahan rupiah ini seiring dengan ketidakpastian global yang tinggi. Terlebih, dipengaruhi stance kebijakan moneter negara maju, khususnya AS yang masih ketat.
Ia memperkirakan, suku bunga kebijakan AS masih akan tinggi bahkan hingga semester I-2024.
Plus, situasi defisit fiskal AS juga tengah membengkak, yang sehubungan dengan kondisi politik sehingga Paman Sam membutuhkan penerbitan surat utang yang lebih banyak.
Kondisi tersebut turut mengerek imbal hasil dari surat utang pemerintah AS yang pada akhirnya menimbulkan isu pelebaran spread suku bunga.
Ini juga yang memicu investor untuk menempatkan dananya kepada aset yang lebih aman dan dianggap likuid.
Dana tak hanya lari ke negara maju, tetapi juga ditempatkan ke instrumen lain seperti aset safe haven maupun uang tunai.
Baca Juga: Berotot, Rupiah Spot Menguat 0,54% ke Rp 15.849 Per Dolar AS Pada Selasa (24/10)
Dengan demikian, dana asing yang mengalir ke negara berkembang termasuk Indonesia pun seret. Itulah yang menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah.
"Ini pada akhirnya menjadi perhatian kami. Kami telah menyiapkan langkah mitigasi. Agar jangan sampai berlanjut," tandas Firman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News