Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Edy Can
JAKARTA. Keputusan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa masih menunggu penilaian dari tim independen yang telah dibentuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Tim tersebut telah mensurvei implementasi beleid di kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.
Kepala LKPP Agus Rahardjo mengatakan, tim yang dibentuk pada September lalu akan memberikan laporan hasil penilaian itu pada awal Januari mendatang. Nantinya, tim yang terdiri dari akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Diponegoro (Undip) itu akan memberikan rekomendasi klausul apa saja yang perlu direvisi, dipertahankan, atau diperlu dibuat penjelasan lewat aturan lain.
Jika hasil evaluasi tersebut mengatakan Perpres tersebut sudah tidak sesuai dengan kebutuhan maka LKPP akan segera menggelar pembahasan. "Revisi pada intinya tidak selalu negatif, itu sebagai upaya perbaikan dengan melihat kondisi lapangan," kata Agus usai menggelar Simposium Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Selasa (29/11).
Menurutnya, Perpres itu seharusnya mampu meningkatkan penyerapan anggaran pemerintah pada awal-awal tahun. Di mana, kementerian/lembaga ataupun pemerintah daerah dapat melakukan proses tender pada November untuk APBN tahun selanjutnya tanpa menunggu masuknya Januari.
Sayangnya, dalam beleid tersebut tidak mewajibkan pelaksaaan waktu tender tersebut. Sehingga, rata-rata penyerapan anggaran barang/jasa pemerintah sampai sekarang masih saja rendah yakni hingga akhir tahun hanya sekitar 65%. "Seharusnya persiapan kementerian dan lembaga yang jadi perhatian. Setelah APBN disetujui DPR pada pada akhir Oktober, pada November langsung diterjemahkan kepada pelaksanaan lelang atau tender," ungkapnya.
Terkait klasifikasi peserta tender, Agus membenarkan dalam Perpres tidak secara eksplisit dijelaskan perusahaan mana saja yang boleh mengikuti tender. Di sana hanya mengatur untuk tender bernilai di bawah Rp 2,5 miliar yang dapat dikerjakan perusahaan skala kecil, perusahaan besar tidak boleh mengikutinya. "Kalau dilanggar perusahaan itu akan terkena sanksi peraturan perlindungan usaha kecil," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News