Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) resmi menerbitkan konvensi multilateral atau multilateral convention (MLC) Pilar Satu Perpajakan International untuk mengatasi perpajakan globalisasi dan digitalisasi.
Terbitnya konvensi multilateral ini menandakan bahwa masyarakat global selangkah lebih dekat menuju finalisasi Solusi Dua Pilar untuk mengatasi tantangan perpajakan yang timbul akibat digitalisasi dan globalisasi perekonomian.
"Naskah MLC yang dirilis hari ini memberikan landasan bagi pemerintah untuk melaksanakan reformasi mendasar sistem perpajakan internasional secara terkoordinasi dan mewakili kemajuan signifikan dalam membuka penandatanganan konvensi ini," ujar Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam keterangan resminya, Rabu (11/10).
Baca Juga: Akan Gabung ke OECD, Indonesia Bentuk Komite Nasional
Dengan begitu, Mathias bilang, bahwa negara-negara kini memiliki sarana untuk mengambi langkah-langkah yang diperlukan untuk mendapatkan penandatanganan dan ratifikasi.
OECD juga akan meningkatkan dukungannya untuk negara-negara berkembang dan memastikan dapat mencapai tujuan untuk menjadikan sistem perpajakan internasional yang lebih adil.
"Komunitas internasional telah bekerjasama untuk menyelesaikan masalah teknis yang tersisa di balik perjanjian penting mereka untuk mereformasi perpajakan internasional," katanya.
Menurut OECD, hadirnya Pilar Satu Perpajakan Internasional akan memberikan manfaat terhadap yurisdiksi pasar yang sebagian besar negara berkembang. Berdasarkan proyeksinya, hak perpajakan atas keuntungan sekitar US$ 200 miliar diharapkan akan dialokasikan kembali ke yurisdiksi pasar setiap tahunnya.
Baca Juga: Melihat Lagi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2024 dari ADB, IMF, Bank Dunia dan OECD
Hal ini diperkirakan akan menghasilkan peningkatan pendapatan pajak global tahunan sebesar US$ 17 miliar hingga US$ 32 miliar berdasarkan tahun 2021. Bahkan berdasarkan analisis terbaru, negara-negara berpendapatan rendah dan menengah diperkirakan akan memperoleh manfaat paling besar dari hadirnya Pilar Satu ini.
Untuk diketahui, Pilar Satu Perpajakan Internasional berupa Unified Approach, yakni membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar perusahaan multinasional, termasuk perusahaan digital global.
Adapun sebanyak 138 negara dan yurisdiksi anggota Inclusive Framewok dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) OECD/G20 sepakat untuk bisa menjalankan Pilar Satu: Unified Approach pada 2025 mendatang.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu berharap, MLC ini bisa segera ditandatangani pada Semester II-2023 sehingga bisa berlaku mulai tahun 2025.
Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan aturan pelaksanaan perpajakan Internasional tersebut agar nantinya bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dan para pelaku usaha di Indonesia.
Selain Pilar Satu, pemerintah juga terus mendukung penerapan kedua pilar perpajakan Internasional. "Indonesia tentunya sangat mendukung penerapan kedua pilar ini untuk bisa meningkatkan transparansi pajak, keadilan dan juga simplicity (kesederhanaan) dan juga ketidakpastian," kata Febrio.
Baca Juga: Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD dalam Kurun Waktu Kurang dari 4 Tahun
Seperti yang diketahui, ada dua pilar reformasi perpajakan internasional yang menjadi perhatian negara G20. Pilar pertama : Unified Aprrocah, membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar bagi perusahaan multinasional termasuk perusahaan digital global.
Rencana penerapannya adalah memberikan sekitar 25% keuntungan setiap perusahaan global kepada negara-negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Adapun pembagian keuntungannya berdasarkan dari kontribusi pendapatan perusahaan tersebut di masing-masing negara.
Adapun pilar dua: Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan.
Baca Juga: Begini Rangkaian Proses bagi Indonesia untuk Jadi Anggota OECD
Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal € 750 juta. Perusahaan tersebut bakal terkena pajak internasional yang sama di setiap negara yakni minimal 15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News