Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu berharap, MLC ini bisa segera ditandatangani pada Semester II-2023 sehingga bisa berlaku mulai tahun 2025.
Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan aturan pelaksanaan perpajakan Internasional tersebut agar nantinya bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dan para pelaku usaha di Indonesia.
Selain Pilar Satu, pemerintah juga terus mendukung penerapan kedua pilar perpajakan Internasional. "Indonesia tentunya sangat mendukung penerapan kedua pilar ini untuk bisa meningkatkan transparansi pajak, keadilan dan juga simplicity (kesederhanaan) dan juga ketidakpastian," kata Febrio.
Baca Juga: Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD dalam Kurun Waktu Kurang dari 4 Tahun
Seperti yang diketahui, ada dua pilar reformasi perpajakan internasional yang menjadi perhatian negara G20. Pilar pertama : Unified Aprrocah, membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar bagi perusahaan multinasional termasuk perusahaan digital global.
Rencana penerapannya adalah memberikan sekitar 25% keuntungan setiap perusahaan global kepada negara-negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Adapun pembagian keuntungannya berdasarkan dari kontribusi pendapatan perusahaan tersebut di masing-masing negara.
Adapun pilar dua: Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan.
Baca Juga: Begini Rangkaian Proses bagi Indonesia untuk Jadi Anggota OECD
Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal € 750 juta. Perusahaan tersebut bakal terkena pajak internasional yang sama di setiap negara yakni minimal 15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News