Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai melakukan pemanggilan berbagai pihak untuk menerima masukan dalam pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP).
Pemanggilan beberapa pihak untuk memberikan masukan RUU KUP ini agar beleid baru ini efektif dan tidak merugikan pelaku usaha maupun masyarakat umum yang membayar pajak.
Sejak awal lalu pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) atau dikenal dengan RUU KUP.
Baca Juga: Ini masukan pengusaha dan konsultan pajak soal kebijakan alternative minimum tax
Kewenangan yang diberikan RUU KUP kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan bantuan penagihan pajak dari negara lain dan meminta bantuan serupa secara resiprokal.
Ketentuan ini juga mengatur Wajib Pajak akan dikenai sanksi denda 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding pengadilan, dikurangi pembayaran pajak yang dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sanksi dikenakan saat permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian oleh majelis hakim di pengadilan.
RUU KUP juga akan memberikan perluasan kewenangan penyidik pajak, ke penyidik tindak pidana di bidang perpajakan seperti kewenangan penangkapan dan/atau penahanan tersangka tindak pidana pajak.
Baca Juga: YLKI sarankan pemerintah naikkan cukai rokok dan kenakan cukai minuman berpemanis
Sementara di sisi lain RUU KUP memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan, untuk meminta Jaksa Agung menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan demi kepentingan penerimaan negara. Permintaan paling lama enam bulan.
Ketentuan lain di RUU KUP adalah pidana denda tidak dapat diganti dengan pidana kurungan, sehingga denda pajak wajib dibayar oleh terpidana, paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan inkracht, jaksa melakukan penyitaan dan pelelangan harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda
- Sementara Pengaturan Pajak Penghasilan (PPh) di RUU KUP meliputi:
Pengenaan pajak bagi perusahaan rugi (alternative minimum tax) berdasarkan omzet usaha dengan tarif 1% dari omzet.
RUU KUP Juga membuka program tax amnesty II dan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mendeklarasikan harta atau melaporkan harta dan atau penghasilan yang belum dilaporkan oleh wajib pajak pada kesempatan tax amnesty sebelumnya.
Baca Juga: Tiga alasan Aprindo tolak rencana kebijakan PPN pada sembako
Ketentuannya dalam pengaturan di RUU KUP meliputi pertama, dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final 15% bagi alumni peserta tax amnesty lima tahun lalu.
Namun bila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan di surat berharga negara (SBN), tarif PPh final 12,5% plus terbebas sanksi administrasi
Kedua, pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak tanggal 1 Januari 2016 - 31 Desember 2019. Syaratnya, masih dimiliki pada 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2019.
SELANJUTNYA>>>
RUU KUP yang baru ini juga membuat struktur baru tarif pajak penghasilan (PPh) bagi orang pribadi
- a. Penghasilan < 50 juta tarif 5%
- b. Penghasilan Rp 50 juta > Rp 250 juta tarif 15%
- c. Penghasilan Rp 250 juta > Rp 500 juta tarif 25%
- d. Penghasilan Rp 500 juta > Rp 5 miliar tarif 30%
- e. Penghasilan Rp 500 juta > tarif 35%
- Sedangkan pengaturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di RUU KUP antara lain meliputi:
- a. ekspor barang kena pajak berwujud;
- b. ekspor barang kena pajak tidak berwujud; dan
- c. ekspor jasa kena pajak.
- a. penyerahan barang kena pajak tertentu dan/atau jasa kena pajak tertentu;
- b. impor barang kena pajak tertentu; dan
- c. pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu dan/atau jasa kena pajak tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News