kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tiga alasan Aprindo tolak rencana kebijakan PPN pada sembako


Kamis, 26 Agustus 2021 / 09:38 WIB
Tiga alasan Aprindo tolak rencana kebijakan PPN pada sembako
ILUSTRASI. Roy Nicholas Mandey, Ketua Umum Aprindo


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komisi XI DPR RI hingga saat ini masih terus membahas terkait revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Kali ini mengadakan dengar pendapat dari para pengusaha, salah satunya Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo).

Ketua Apindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, dalam paparannya, Aprindo telah memberikan tiga catatan penting terkait RUU KUP tersebut. Cacatan pertama adalah menolak rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah bahan pokok atau PPN sembako.

Sebelumnya sembako masuk dalam barang yang dikecualikan dari PPN. RUU KUP tersebut hingga saat ini masih terus dibahas oleh Komisi XI DPR RI, termasuk meminta tanggapan dari berbagai pihak pengusaha seperti Aprindo.

Ketua Apindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, spesifiknya sembako yang dimaksud adalah sembako bukan olahan atau yang langsung dari alam seperti pertanian, perkebunan maupun hasil peternakan. Misalnya saja seperti beras dan tebu.

Baca Juga: Ekonom: Utang Indonesia masih aman, pemerintah harus mempercepat pemulihan ekonomi

“Jadi sembako dari hasil alam yang belum di olah dan tidak ada pertambahan fungsi maka kita berharap itu dibebaskan dari PPN. Sebab akan berdampak kepada daya beli dan konsumsi masyarakat. Sementara untuk bahan yang diolah oleh pelaku usaha, pabrikan, dan UMKM, itu boleh saja dikenakan pajak, kata Roy kepada Kontan.co.id, Rabu (25/8).

Roy juga mengatakan, dengan dikenakannya PPN sembako maka akan berpotensi menaikan harga sehingga secara otomatis akan mengurangi daya beli dari masyarakat, trutama dalam kondisi pandemic Covid-19.

Kedua, Aprindo menyoroti pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh atau Pajak Penghasilan minimum yang sebaiknya tetap dilakukan dengan self assessment dan tidak menggunakan platform. Sebab Roy bilang, platform tersebut belum tentu berpotensi dan visibilitas untuk melihat penghasilan rill dari peritel sebagai azas kebebasan berusaha atau mandiri.

Selain itu dengan ditunjuknya platform tersebut maka, compliance dan administratif cost akan menjadi unpredictable cost sehingga akan membebani peretel. Lebih dari itu platform juga akan mengalami kesulitan melakukan verifikasi atas jenis atau kategori barang yang beragam serta adanya perbedaan tariff atas barang yang dikenakan PPN dan tidak.

Baca Juga: Kemenkeu catat realisasi anggaran program PEN mencapai 43% per 13 Agustus 2021

Ketiga, Apindo menyoroti poin penambahan ayat pada ketentuan ayat (1) & (3), pasal 7 diubah dan ditambahkan 1 ayat (4), serta penjelasan ayat (2) pasal 7 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal tentang kenaikan Tarif PPN & perubahan Single Tarif menjadi Multi Tarif.

Roy mengatakan dampak adanya rencana kenaikan tarif PPN secara umum dari 10% menjadi 12% dalam RUU KUP. Roy mengatakan adanya kenaikan tariff PPN tersebut akan berdampak pada melandainya daya beli masyarakat.

Juga, dengan dikenakannya sistem multitarif terendah 5% dan tertinggi 15% maka akan mengakibatkan pembebanan pada masyarakat berpenghasilan rendah senilai minimal 5% yang sebelumnya tidak terkena.

Selain itu, terjadinya perbedaan tarif PPN antara barang Bapok di retail modern dan tradisional, akan menggeser perilaku konsumen ke pasar tradisional, karena dianggap lebih murah, yang sebenarnya tidak demikian adanya. Dengan adanya perbedaan tarif PPN (multitarif) antar barang yang di jual peritel modern, maka black/shadow market akan meningkat dan menjadi pilihan Konsumen.

“Lebih lanjut, dispute juga akan sering terjadi saat dalam pengawasan & pemeriksaan berbagai jenis barang pada ritel yang jumlah Stock Keeping Unit besar dan keragaman yang signifikan,” pungkasnya. 

Selanjutnya: Wamenkeu: APBN bergerak fleksibel dan responsif demi menyelamatkan rakyat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×