kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Petani Sawit Setuju Ajakan Gunakan Pupuk Organik, Tapi Sifatnya Temporer


Kamis, 24 November 2022 / 19:34 WIB
Petani Sawit Setuju Ajakan Gunakan Pupuk Organik, Tapi Sifatnya Temporer
ILUSTRASI. Akibat harga pupuk yang melonjak, Kementerian Pertanian (Kementan) menggerakkan petani untuk menggunakan pupuk pupuk organik.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akibat harga pupuk yang melonjak, Kementerian Pertanian (Kementan) menggerakkan petani untuk menggunakan pupuk pupuk organik.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyetujui ajakan tersebut. Namun, solusi penggunaan pupuk organik hanya bersifat sementara.

"Saya setuju akan ajakan tersebut. Tapi itu sifatnya temporer. Yang dibutuhkan adalah jangka panjang supaya jangan ketergantungan Indonesia hanya dengan impor," kata Gulat kepada Kontan.co.id, Kamis (24/11).

Ke depan untuk menghindari adanya ketergantungan pupuk impor, Gulat menyarankan pembangunan pabrik pupuk anorganik (pupuk kimia) di Indonesia. Pabrik tersebut dapat fokus mengolah dan memanfaatkan sumber material pupuk kimia yang melimpah di Indonesia, seperti fosfat (P) dan kalium (K).

"Kalau Pupuk Nitrogen, okelah sudah ada Pupuk Pusri dan lainnya dalam negeri. Namun untuk pupuk P dan K masih impor," jelasnya.

Baca Juga: Pupuk Mahal, Kementan Dorong Gerakan Tani Pro Organik

Kendati menyetujui ajakan penggunaan pupuk organik, Gulat menyebut, pupuk anorganik dan organik beda karakteristiknya. Sederhananya, Gulat menerangkan pupuk organik lebih fokus untuk kesuburan tanah. Sedangkan pupuk kimia adalah pupuk untuk tanaman yang berfungsi langsung kepada pertumbuhan tanaman.

"Jadi pupuk organik sifatnya kepada tanaman efeknya tidak langsung," imbuhnya.

Meski dari segi karakteristik pupuk anorganik langsung berdampak ke pertumbuhan tanaman. Namun, Gulat mengakui, kelemahan pupuk anorganik adalah harga yang relatif mahal, mudah larut dan mudah hilang.

Hal tersebut menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi, dan bisa membuat tanaman stres jika dosisnya berlebih.

"Indonesia harus dengan sungguh-sungguh mencari solusi jangka panjang. Karena memang faktanya tingkat ketergantungan ekonomi Indonesia kepada hasil pertanian cukup tinggi," paparnya.

Ia mengatakan, Indonesia kaya akan sumber daya alam yang bisa dijadikan sebagai sumber material pupuk anorganik. Hanya tinggal menunggu keseriusan pengembangannya. Pengembangan sumber material pupuk anorganik dapat juga berkerjasama dengan fakultas pertanian yang ada.

"Tapi Teori ini tidak selalu benar, karna faktanya kita adalah salah satu produsen pupuk N, tapi faktanya harga pupuk N di Indonesia malah sama dengan di luar negeri, atau bahkan lebih mahal. Harusnya yang mahal itu hanya pupuk P dan K. Tapi N malah ikut-ikutan naik tajam, padahal pabriknya ada di dalam negeri," kata Gulat.

Baca Juga: Kementan Usulkan Realokasi Anggaran 2023 Sebesar Rp 400 Miliar ke Ditjen PSP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×