kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45997,15   3,55   0.36%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perkara kepailitan di Indonesia masih terhitung minim


Rabu, 10 Oktober 2018 / 23:17 WIB
Perkara kepailitan di Indonesia masih terhitung minim
ILUSTRASI. Ilustrasi Hakim di Pengadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2018, hingga September setidaknya ada 299 perkara terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan yang terdaftar. Meski demikian, jumlah tersebut terbilang kecil dibandingkan negara lain.

"Ini sebagai contoh saja, meski saya tidak tahu juga jumlahnya. Di Brunei, empat hingga enam halaman dalam satu hari koran isinya bisa pengumuman soal kepailitan," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Imran Nating kepada Kontan.co.id, Selasa (9/10).

Imran menambahkan, beberapa lembaga keuangan internasional juga menilai partisipasi pelaku usaha dalam terkait ikhtiar kepailitan juga minim.

"Kemarin di Jakarta saya bertemu dengan perwakilan Bank Dunia yang difasilitasi Kementerian Koordinator Perekonomian. Mereka bilang bahwa partisipasi kepailitan di Indonesia masih terlampau rendah," sambungnya.

Padahal, Imran bilang sejatinya UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU bisanjadi sarana bagi pelaku usaha guna merestrukturisasi utang. Terlebih untuk lepas dari kesulitan keuangan.

Prediksi Imran, perkara kepailitan di Indonesia masih dianggap sebagai momok bagi pelaku usaha. Apalagi, banyak pula regulasi lain yang katakanlah mendiskriditkan status kepailitan.

"Di Indonesia kepailitan ini dinilai jadi sesuatu yang jahat. Direksi yang perusahaannya pailit, tak boleh lagi me jadi direksi, atau seorang yang dinyatakan pailit tak bisa menjadi caleg, presiden. Apa urusannya bisnis dengan politik? Ini seharusnya bisa jadi jalan keluar financial distress," jelasnya.

Oleh karenanya, menurut Imran perkara kepailitan di Indonesia minim, sebab jarang pelaku usaha yang mengajukan permohonan secara sukarela.

Hal ini juga diamini oleh pakar kepailitan Ricardo Simanjuntak. Ia mencontohkan di Amerika Serikat yang dalam setahun bisa ada puluhan ribu perkara pailit. Namun, ia beri catatan bahwa kepailitan di negara Abang Sam, tak sekadar kepailitan terhadap perusahaan, melainkan hingga ke level mikro, hingga perorangan.

"Di Amerika memang per tahun bisa sampai puluhan ribu perkara. Tapi, para debitur bukan cuma corporate bankcruptcy. Para pemegang kartu kredit, bengkel, salon itu juga banyak yang mengajukan pailit," kata Ricardo.

Dari penelusuran KONTAN 299 perkara terdaftar terinci 223 perkara merupakan pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), dan 76 pengajuan pailit.

Sebagai catatan, data ini KONTAN dapat dari statistik perkara dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada lima pengadilan niaga: Medan; Jakarta; Semarang; Surabaya; dan Makassar.

Sementara perinciannya, di Jakarta ada 148 PKPU, dan 30 pailit, Medan 16 PKPU, dan 6 pailit Semarang 18 PKPU, dan 21 pailit, Surabaya 32 PKPU, dan 17 pailit, dan Makassar dengan 9 PKPU, serta 2 pailit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×