kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Peningkatan Impor dari AS Berpotensi Mengganggu Neraca Perdagangan Indonesia


Minggu, 20 April 2025 / 19:10 WIB
Peningkatan Impor dari AS Berpotensi Mengganggu Neraca Perdagangan Indonesia
ILUSTRASI. Rencana pemerintah Indonesia untuk meningkatkan impor dari Amerika Serikat berpotensi menekan neraca perdagangan. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/18/02/2025


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah Indonesia sedang merencanakan untuk meningkatkan impor dari Amerika Serikat (AS), mencakup produk-produk pertanian dan energi sebagai upaya negosiasi tarif Trump. Namun, langkah ini diperkirakan bisa memberikan tekanan tambahan bagi neraca perdagangan.

Meski potensi surplus perdagangan diprediksi akan menyempit dalam jangka pendek, penting untuk menjaga stabilitas ekspor dan harga komoditas agar dapat terhindar dari defisit.

Hosianna Evalita Situmorang, Ekonom Bank Danamon Indonesia, menjelaskan bahwa rencana pemerintah untuk memperbesar impor dari AS itu mencakup peningkatan pembelian pada produk pertanian seperti kedelai, jagung, dan gandum, sementara dari sumber energi, terutama LPG.

Baca Juga: Anindya Bakrie Buka-bukaan Nasib Neraca Dagang RI Imbas Penetapan Tarif Baru AS

Selain itu, terdapat beberapa komoditas manufaktur strategis, seperti semikonduktor dan alat kesehatan, juga menjadi fokus utama.

“Perkiraan kebutuhan impor dari AS bisa meningkat sekitar US$ 1,5 miliar-US$ 2 miliar per tahun, atau sekitar US$ 125 juta-US$ 170 juta per bulan,” ujar Hosianna kepada Kontan.co.id, Minggu (20/4).

Meski peningkatan pada impor ini bisa memberikan tekanan pada neraca perdagangan, hal itu tidak serta menyebabkan defisit.

“Selama ekspor tetap resilient dan harga komoditas ekspor kita (seperti Batubara, CPO, dan nikel) cukup stabil,” katanya.

Saat ini, Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan di kisaran US$ 1 miliar-US$ 3 miliar per bulan, yang didorong oleh perkembangan harga komoditas utama ekspor.

Baca Juga: Ekspor Meningkat, Surplus Neraca Perdagangan Perikanan 2024 Naik 9,1%

Namun, ada kemungkinan bahwa surplus perdagangan Indonesia akan menyempit dalam jangka pendek. Risiko defisit bisa muncul jika kenaikan impor tidak diimbangi oleh ekspor, atau jika nilai rupiah melemah secara signifikan akibat tekanan global.

“Solusinya ya yang pertama, menjaga diversifikasi pasar ekspor dan memperkuat hilirisasi agar nilai tambah ekspor naik,” tambah Hosianna.

Untuk mengatasi risiko tersebut, menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi sangat penting agar biaya impor tidak melonjak.

Selain itu, mengoptimalkan substitusi impor di sektor industri tertentu juga merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan dalam jangka menengah.

Selanjutnya: Latinusa (NIKL) Incar Laba pada 2025, Begini Strategi Bisnisnya

Menarik Dibaca: Panduan Menata Keuangan Setelah Hari Raya Idul Fitri ala Bank Neo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×