Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan akan menyempit akibat adanya penurunan harga komoditas.
Sebagaimana diketahui, neraca perdagangan Indonesia masih tercatat surplus pada Februari 2025. Namun surplus neraca dagang itu menyusut menjadi US$ 3,13 miliar. Lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat neraca dagang sebesar US$ 3,49 miliar.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencatat, harga batubara, minyak mentah, komoditas energi dan logam di pasar global mengalami penurunan. Penurunan harga tersebut dinilai berpotensi mengurangi nilai ekspor komoditas utama Indonesia.
Selain itu, pelarangan ekspor bijih tembaga yang mulai berlaku sejak Januari 2025 telah menghilangkan salah satu sumber pendapatan ekspor.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Turun Menjadi US$ 3,13 Miliar Pada Februari 2025
Penurunan ekspor terlihat dari data ekspor komoditas utama pada Februari 2025, seperti batubara turun 3,79% month to month (mtm) dan 19,73% year on year (yoy) akibat harga global yang melemah. Selanjutnya, ekspor besi dan baja juga melemah 6,20% mtm, meskipun masih naik 19,52% yoy.
Ia juga mencatat, harga nikel di London Metal Exchange juga turun signifikan dari US$ 45.590 per ton pada 2022, menjadi US$ 16.470 per ton pada Maret 2025.
“Kinerja ekspor diperkirakan akan menghadapi tantangan akibat tren penurunan harga komoditas energi dan logam, serta dampak kebijakan domestik seperti larangan ekspor bijih tembaga,” tutur Josua kepada Kontan, Senin (17/3).
Meski demikian, Josua menilai ekspor nonmigas terutama dari industri pengolahan masih memiliki prospek positif, didorong oleh kenaikan ekspor minyak sawit dan produk turunannya.
Sementara itu, kinerja impor diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pemulihan industri manufaktur dan investasi di dalam negeri.
Josua menyebut, impor bahan baku dan barang modal yang meningkat pada Februari 2025 dapat menjadi indikasi pertumbuhan ekonomi, tetapi jika tidak disertai peningkatan ekspor, neraca perdagangan justru bisa mengalami defisit.
“Surplus neraca perdagangan Indonesia masih bertahan, tetapi potensi penyusutannya cukup besar dalam beberapa bulan ke depan akibat tekanan dari sisi ekspor dan peningkatan impor,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia menekankan bahwa penurunan harga komoditas, kebijakan ekspor tertentu, serta ketidakpastian permintaan global menjadi faktor utama yang perlu diwaspadai.
Baca Juga: BPS: Ekspor Februari 2025 Naik 2,58% Menjadi US$ 21,95 Miliar
“Untuk menjaga surplus perdagangan, pemerintah perlu mendorong ekspor berbasis manufaktur dan meningkatkan diversifikasi produk ekspor ke pasar non-tradisional,” jelasnya.
Senada, Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga menilai, prospek perdagangan Indonesia akan menghadapi tantangan yang didorong oleh kebijakan.
Kebijakan tersebut diantaranya, rencana kenaikan tarif royalti pemerintah atas batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, platina, dan timah. Kenaikan tarif ini dinilai dapat merusak daya saing pertambangan, khususnya bagi perusahaan yang telah banyak berinvestasi di peleburan. Meski bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Selain itu, penerapan Pajak Minimum Global (GMT) sebesar 15% pada Januari 2025 dapat membebani perusahaan multinasional yang mendapatkan manfaat dari libur pajak, karena negara asal mereka dapat mengenakan pajak tambahan.
“Langkah-langkah ini menambah tekanan finansial pada sektor pertambangan, yang saat ini tengah mengalami kontraksi ekspor sebesar 31% yoy (Januari-Februari 2025), yang berpotensi melemahkan surplus perdagangan Indonesia dan menghambat investasi,” kata Hosianna.
Kedepannya, Hosianna menyebut, penurunan harga komoditas, tekanan deflasi China, dan melemahnya permintaan AS menimbulkan risiko terhadap kinerja perdagangan.
Baca Juga: Tertinggi Sejak 2023, Ekspor CPO dan Turunannya Melambung
Namun, sikap akomodatif Bank Indonesia, yang tercermin dari penurunan imbal hasil sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dinilai dapat membantu mengurangi sebagian tekanan penurunan tersebut.
Selanjutnya: MenPAN RB: Penundaan Pengangkatan CPNS Karena 213 Instansi Belum Selesai Administrasi
Menarik Dibaca: Diguyur Hujan, Begini Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (18/3)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News