Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Google tercatat sebagai salah satu perusahaan asing yang mengemplang pajak di Indonesia. Tunggakan perusahaan internet asal Amerika Serikat tersebut ditaksir mencapai Rp 5,5 triliun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Tidak hanya di Indonesia, negara-negara di belahan dunia yang menjadi sumber penghasilan Google mengalami masalah yang sama. Bahkan negara Inggris sempat geram dengan kelakuakn Google yang selalu menghindari pajak.
Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam menuturkan parlemen Inggris sempat memanggil Google untuk minta pertanggungjawaban pajaknya. Mereka menyerang Google dengan tuduhan perusahaan tak bermoral karena selalu menghindari pajak.
Hal ini langsung disambut pemerintah Inggris dengan membuat aturan baru yang mematok tarif pajak lebih tinggi bagi perusahaan asing yang tak mau membuat BUT. "Kita harus berkaca pada Inggris mereka membuat aturan yang memaksa untuk membayar pajaknya," ujar Darussalam beberapa waktu lalu.
Pajar diverted profit tax ini, merupakan jenis wajib pajak baru bukan terdiri dari PPh badan. Sehingga, pengenaan ini tidak menyalahi ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
Darussalam menyarankan agar parlemen dan pemerintah Indonesia mengikuti langkah Inggris untuk membuat aturan yang bisa membuat Google menunaikan kewajibannya membayar pajak. Menurutnya aturan itu harus terpisah dengan UU KUP. "Ini moment yang tepat karena pemerintah mau mereformasi perpajakan," ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah memaksa Google untuk membuat BUT di Indonesia, namun jangan sampai mereka hanya membuat untuk formalitas saja. Sebab selama ini Google jika terpakasa membuat BUT hanya menerapkan fungsi marketing supportingnya saja. "Harus dibarengi dengan restrukturisasi bisnis mereka," ungkapnya.
Sementara Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama menyampaikan untuk sementara pihaknya akan menggunakan aturan yang ada. Sedangkan usulan untuk membuat aturan baru untuk perusahaan Over The Top, menurutnya itu prosesnya masih panjang dan harus dibicarakan dengan DPR lebih dulu.
"Kita lihat saja ke depan apakah kita akan perkuat UU pajak yang ada sekarang atau mengeluarkan jenis pajak baru seperti itu (diverted profit tax)," ungkapnya.
Menurut Hestu persoalan ini sudah di bahas di forum-forum internasional seperti forum OECD, forum G20. Sebab sebagian negara-negar di dunia juga merasa kecolongan dengan tax planning dari Google ini. "Penguatan internasional itu penting supaya dapat memformulasikan kebijakan internasional lebih baik lagi," ungkpanya.
Dia juga menyampaikan saat ini Kanwil Wajib Pajak Besar sedang melakukan pemeriksaan secara intens kepada Google. Hestu mengatakan belum bisa menyampaikan hasil dari pemeriksaan itu, selain masih berjalan juga belum ada keputusan final. "Proses ini masih berjalan, proses penegakan hukum baik administratif dan pidana sesuai dengan ketentuan Kanwil lakukan itu," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News