kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengacara sebut penahanan Atut kejahatan politik


Senin, 30 Desember 2013 / 13:38 WIB
Pengacara sebut penahanan Atut kejahatan politik
ILUSTRASI. FILE PHOTO: A TikTok logo is displayed on a smartphone in this illustration taken January 6, 2020. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Firman Wijaya kuasa hukum Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, menyebutkan ada pihak yang diuntungkan dari penahanan Gubernur Banten oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Makanya saya mengatakan apa yang dilakukan kepada ibu, cara ampuh membuat pemerintahan ibu Atut lumpuh," kata Firman kepada wartawan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta, Senin (30/12).

Bahkan tudingan melarikan diri oleh KPK dinilai Firman pola pemikiran yang tidak rasional. Selama pemeriksaan sebagai status tersangka Atut dinilainya tidak berbelit-belit

"Yang saya lihat ini political crime fenomenal. Hal itu terlihat biasanya pada kasus yg dituduhkan pada election crime, food is money dan ciri-cirinya seperti itu dalam kompetisi politik," katanya.

Firman juga mengaku keberatan dengan penolakan KPK atas permohonan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Argumentasi bahwa dikhawatirkan Atur melarikan diri, dinilai Firman sangat tidak rasional.

Terlebih, saat KPK yang mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, untuk segera menonaktifkan Atut sebagai Gubernur Banten. Padahal, Undang-undang (UU) Pemerintah Daerah yang sudah disampaikan Mendagri, kalau status Gubernurnya akan dinonaktifkan kalau sudah sampai terdakwa.

"Saya pikir itu diikuti saja, sebab pemberhentian yang terlalu dini itu, bermasalah secara legal formal, substansial dan tidak ada doktrin hukumnya. Jadi, saya fikir jangan sampai kita membuat kebijakan yang bersifat policy brutality atau kebijakan yang keluar dari konteks UU," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×