kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Kasus Atut dan Hambit, Bukti UU harus direvisi


Jumat, 27 Desember 2013 / 21:53 WIB
Kasus Atut dan Hambit, Bukti UU harus direvisi
ILUSTRASI. Dapatkan Kulit Cerah! Inilah 4 Manfaat Jeruk Bali Pomelo untuk Kulit


Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan RUU Pemilukada. Dengan begitu, setiap kepala daerah yang sedang berurusan dengan proses hukum bisa segera dinonaktifkan.

ICW berkaca pada kasus Bupati Gunung Mas terpilih Hambit Bintih yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun masih berusaha dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi.

Selain itu, ada juga kasus Gubernur Banten Atut Choisiyah yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun belum bisa dinonaktifkan dari jabatannya.

"Melihat fenomena ini, tentunya adalah hal yang sangat mendesak kalau Undang-Undang Pemda dan RUU Pemilukada ini harus segera direvisi," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan di dalam Jumpa pers di Kantor ICW Jakarta, Jumat (27/12).

Di dalam UU yang berlaku sekarang, kepala daerah hanya bisa dinonaktifkan menjadi terdakwa dan baru bisa diberhentikan setelah menjadi terpidana. Sementara saat menjadi tersangka, mereka tidak tersentuh.

"Karena dalam Pasal 31 ayat 1 UU Pemda menyebutkan, kepala atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, dan/ atau tindak pidana terhadap keamanan negara," ujar Abdullah.

Menurutnya, pasal itu saat ini sudah usang dan sangat tidak relevan dengan upaya pemberantasan korupsi. Undang-undang tersebut juga. menghambat jalannya roda pemerintahan daerah.

"Karena itu regulasi ini harus direvisi, seharusnya pemberhentian sementara oleh Presiden dapat dilakukan ketika Kepala atau wakil kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Dahlan. (hsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×