kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Penerimaan Pajak Januari 2025 Jauh dari Harapan


Senin, 24 Februari 2025 / 18:00 WIB
Penerimaan Pajak Januari 2025 Jauh dari Harapan
ILUSTRASI. Pundi-pundi negara dari pos pajak ditengarai mengalami penyusutan drastis hampir 50% di awal tahun 2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awan kelabu menyelimuti penerimaan setoran pajak di awal tahun 2025. Pasalnya, pundi-pundi negara dari pos pajak mengalami penyusutan drastis hampir 50%.

Sumber KONTAN berbisik, penerimaan pajak pada Januari 2025 mengalami penurunan hingga Rp 70 triliun. Dua batu sandungan utama yang menghambat aliran ini adalah permasalahan teknis dalam sistem Coretax dan penerapan skema tarif efektir rata-rata (TER) pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.

Padahal target penerimaan pajak pada tahun 2025 ini mencapai Rp 2.189,3 triliun. Jika dihitung secara bulanan, setidaknya Otoritas Pajak perlu mengumpulkan penerimaan pajak sekitar Rp 182 triliun setiap bulannya agar target tersebut bisa tercapai.

Baca Juga: Efisiensi Anggaran Berpotensi Menekan Penerimaan Pajak, Pemerintah Diminta Antisipasi

Dengan awal yang tersendat, jalan menuju target penerimaan pajak 2025 tampak semakin terjal. 

Pemerintah pun kini harus berjuang ekstra keras agar defisit ini tidak semakin melebar, sembari mencari celah untuk menambal kebocoran sebelum kapal besar penerimaan negara benar-benar oleng.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan bahwa dengan tidak tercapainya target penerimaan di Januari 2025 maka target di bulan selanjutnya akan semakin berat.

Selain harus mengejar target bulan yang bersangkutan, DJP juga harus menambal kekurangan penerimaan pada Januari 2025.

"Jadi benar bahwa target penerimaan pajak akan makin sulit dicapai," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Senin (24/2).

Oleh karena itu, target penerimaan pajak pada tahun ini perlu diturunkan mengingat pemerintah dan DPR sudah memasukkan asumsi kenaikan tarif PPN sebesar 12% pada target tersebut. Padahal, pemerintah sudah membatalkan kenaikan tersebut dan hanya berlaku pada barang-barang mewah saja.

Selain itu, kata Raden, efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Presiden Prabowo juga berdampak kepada penerimaan pajak sepanjang tahun ini.

"Menggeser pos anggaran bisa berdampak turunnya penerimaan PPN jika anggarannya untuk Makan Bergizi Gratis. Makan atau katering bukan objek PPN, sehingga akan kehilangan potensi PPN," katanya.

Baca Juga: Cegah Penerimaan Turun, Ditjen Pajak & Komisi XI DPR Sepakat Pakai Sistem Pajak Lama

Di sisi lain, Raden sependapat bahwa turunnya penerimaan pada Januari 2025 ini disebabkan oleh permasalahan Coretax dan penerapan TER PPh 21.

Menurutnya, penerapan TER di tahun 2024 banyak memberikan permasalahan, baik bagi pemotong PPh 21 (perusahaan), maupun pegawai sebagai pihak yang dipotong.

"Permasalahan yang banyak dikeluhkan oleh perusahaan adalah pemotongan PPh 21 dengan metode TER banyak memberikan kelebihan potong," imbuhnya.

Di masa Desember, perusahaan harus menghitung ulang PPh 21 sesuai dengan tarif Pasal 17 UU PPh. Hasilnya, pemotongan PPh 21 masa Januari sampai November mengalami kelebihan pemotongan.

Nah, kelebihan pemotongan ini menurut ketentuan harus dikembalikan kepada pegawai. Sementara, perusahaan harus menalangu dulu kelebihan pembayaran PPh 21 karena PPh 21 yang sudah dipotong oleh perusahaan disetorkan ke kas negara.

Baca Juga: DJP Komitmen Kebut Perbaikan Coretax agar Penerimaan Pajak Lancar

"Apakah perusahaan mau mengembalikan PPh Pasal 21 tersebut? Saya sih tidak yakin," imbuh Raden.

Raden berpendapat, bukti potong 1721 A1 yang diterima oleh pegawai juga menunjukkan kelebihan potong oleh perusahaan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemudian memberikan arahan bahwa yang dapat dikreditkan di SPT Tahunan 1770S pegawai adalah sebesar PPh terutang.

"Jika yang dikreditkan sebesar yang dipotong, nanti di SPT tahunan 1770S akan menjadi lebih bayar," terangnya.

Walaupun sudah ada arahan dari DJP, Raden meyakini pada tahun pajak 2024 banyak pegawai yang melapor SPT Tahunan dengan lebih bayar. 

Oleh karena itu, Raden menyarankan agar skema TER dihapus oleh pemerintah dan kembali pada metode sebelumnya.

Apalagi di era Coretax, seharusnya sudah disediakan rumus untuk menghitung PPh 21. Dengan begitu, perusahaan yang memotong PPh 21 tinggal menginput jumlah penghasilan dan PTKP sehingga keluar PPh 21 yang harus dipotong.

"Seharusnya Coretax memberikan kemudahan buat wajib pajak," jelasnya.

Senada, Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa skema TER merugikan wajib pajak dari sisi time value or money mengingat wajib pajak harus membayar lebih dari yang seharusnya di awal.

"Seandainya jumlah lebih bayar itu ditabung, pasti akan mendapatkan bunga," canda Fajry.

Sementara dari sisi urgensi, skema ini juga akan menimbulkan kegaduhan mengiungat pada bulan depan para karyawan sudah menerima THR.

Dengan skema TER yang ada, maka potongan pajaknya akan lebih besar dari yang seharusnya meski dikompensasi di bulan Desember.

"Saya kira formula TER perlu direvisi kembali atau balik ke cara perhitungan sebelumnya," pungkasnya.

Selanjutnya: Pemprov Jakarta Pangkas Jam Belajar saat Ramadan 2025, Siswa bisa Lebih Fokus Ibadah

Menarik Dibaca: Simak 7 Warna yang Dianggap Kurang Menyenangkan oleh Pakar Psikologi Warna

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×