Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ibarat mesin mobil yang baru dinyalakan, pemerintahan Prabowo Subianto harus segera tancap gas untuk menggerakkan roda perekonomian.
Sayangnya, bahan bakar utama yakni penerimaan negara tampaknya masih seret di awal perjalanan. Melemahnya harga komoditas dan lesunya perekonomian global membuat pendapatan negara tak sekencang yang diharapkan.
Di tengah situasi tersebut, pemerintah diperkirakan akan mengandalkan utang untuk menutup kebutuhan belanja, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang diproyeksi akan melonjak.
Baca Juga: Prabowo Punya Program Baru Genjot Pendapatan Negara, Akan Dipimpin Wamenkeu Anggito
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029, rasio utang direncanakan sebesar 39,15% dari PDB pada tahun 2025.
Sementara pada tahun 2029, rasio utang tetap berada pada level 39,01% hingga 39,10% PDB.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan bahwa sebenarnya mempertahankan rasio utang di level 39% PDB merupakan hal yang cukup bagus.
Hal ini dikarenakan saat ini menurunkan rasio utang bukan merupakan momen yang tepat di saat pemerintahan membutuhkan belanja yang cukup besar untuk program-program prioritas.
Apalagi, kata Wija, mendongkrak tax ratio bukanlah hal yang mudah dilakukan pemerintahan saat ini.
Baca Juga: Setoran Dividen BUMN Beralih ke Danantara, DPD RI: Kemenkeu Perlu Revisi Target PNBP
"Menurunkan rasio utang adalah hal bagus tetapi bukan hal yang urgent, mengingat kondisi mendongkrak tax ratio bukanlah hal yang mudah," ujar Wija kepada Kontan.co.id, Minggu (2/3).
Kendati begitu, Wija memperkirakan akan terjadi lonjakan rasio utang pada pemerintahan Prabowo Subianto dari yang tercantum dalam dokumen RPJMN 2025-2029.
Namun, ia berharap lonjakan rasio utang tersebut tidak akan mencapai 40% PDB.
"Ada peluang (rasio utang) melonjak, apalagi ada potensi penerimaan pajak 2025 agak tersendat. Sementara ada banyak program besar dan mahal yang yang akan disokong pemerintah," katanya.
Sebelumnya, International Monetary Fund (IMF) memperkirakan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan meningkat tahun depan, namun kemudian berangsur turun hingga tahun 2029.
Baca Juga: Rapat DPD Bersama Sri Mulyani Digelar Secara Tertutup
Adapun rasio utang dari proyeksi IMF ini berdasarkan utang pemerintah secara umum dan secara bruto.
Berdasarkan data General Government Gross Debt dalam Laporan IMF, utang Indonesia pada 2025 diperkirakan mencapai 40,7% PDB, kemudian sedikit turun pada 2026 menjadi 40,6% PDB.
Kemudian, pada tahun 2027, utang Indonesia diperkirakan turun lagi menjadi 40,3% PDB, tahun 2028 sebesar 40,0% PDB dan sebesar 39,6% PDB pada 2029.
"Proyeksi staf IMF didasarkan pada anggaran terkini, ekstrapolasi menggunakan proyeksi PDB nominal (dan komponennya sesuai kebutuhan) dengan penerapan penilaian untuk mencerminkan otoritas kebijakan belanja dan pendapatan dalam jangka menengah," tulis IMF dalam laporannya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun, Pemerintah Perlu Antisipasi Dampaknya ke Penerimaan Negara
Sebagai perbandingan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rasio utang pemerintah pada tahun 2024 mencapai 39,36% dari PDB. Angka ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 39,21% PDB.
Selanjutnya: SANF Tingkatkan Literasi Keuangan Pelaku IKM melalui Program SANFinancial Clinic
Menarik Dibaca: Jadwal Buka Puasa 2 Maret 2025 untuk Wilayah Jogja dan Sekitarnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News