Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menghitung, apabila pemerintah Indonesia gagal menaikkan rasio pajak (tax ratio), maka rasio utang pemerintah bisa bertambah 6 poin persentase terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2045.
Sebagai informasi, dalam kampanyenya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan tax ratio bisa meningkat menjadi 23% dari PDB pada masa jabatannya yakni 2025-2029.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi menilai, untuk mencapai tax ratio sebesar 23% dari PDB tidaklah mudah. Diperlukan sinergi antara kebijakan moneter, fiskal dan stabilitas politik.
“Tidak kalah penting pemerintah harus menjaga kepercayaan publik dalam pengelolaan anggaran agar masyarakat taat bayar pajak,” tutur Badiul kepada Kontan, Selasa (26/11).
Badiul menilai, target kenaikan tax ratio menjadi 23% sangat ambisius. Selama ini tax ratio Indonesia hanya di kisaran 9% hingga 11% saja. Sehingga, reformasi struktural, konsisten dan terukur mutlak dilakukan.
“Prediksi OECD mengisyaratkan pentingnya reformasi sektor perpajakan sebagai tulang punggung penerimaan negara terutama dalam hal efisiensi dan efektifitas pemanfaatan hasil pajak,” ungkapnya.
Badiul menambahkan, untuk meningkatkan tax ratio, pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi pajak. Kemudian, pemerintah juga disarankan untuk melakukan identifikasi sektor pajak yang belum optimal, seperti di sektor ekonomi digital, sumber daya alam (SDA), yang belum terdaftar sebagai wajib pajak baik sebagai individu maupun badan usaha.
Selanjutnya, pemerintah disarankan untuk melakukan intensifikasi pajak, melalui penyederhanaan administrasi pajak guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak, misalnya dengan berbasis teknologi.
Ia menyebut, penyederhanaan ini perlu dilakukan, karena penegakan hukum di Indonesia selama ini masih lemah.
“Kemudian, pemerintah juga harus melakukan pengetatan pengawasan tax avoidance dan tax evasion. Termasuk penyesuaian tarif atau kebijakan progresif yang tidak membebani sektor produktif,” kata Badiul.
Selanjutnya: Bunga Fintech Lending Konsumtif Turun Jadi 0,2% pada 2025, Ini Tanggapan Pengamat
Menarik Dibaca: 5 Tanda Kulit Butuh Serum Vitamin C, Apa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News