kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.340.000   -1.000   -0,04%
  • USD/IDR 16.712   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.570   155,90   1,85%
  • KOMPAS100 1.188   24,76   2,13%
  • LQ45 863   17,67   2,09%
  • ISSI 300   6,15   2,09%
  • IDX30 447   6,81   1,55%
  • IDXHIDIV20 518   8,17   1,60%
  • IDX80 134   2,95   2,26%
  • IDXV30 137   1,51   1,12%
  • IDXQ30 143   2,38   1,69%

Penerimaan dari Bea Keluar Kakao Diprediksi Capai Rp 200 Miliar Hingga Akhir 2025


Senin, 24 November 2025 / 18:59 WIB
Penerimaan dari Bea Keluar Kakao Diprediksi Capai Rp 200 Miliar Hingga Akhir 2025
ILUSTRASI. Warga memperlihatkan biji kakao yang dijemur di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. ANTARA FOTO/Arnas Padda/foc.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - DENPASAR. Penerimaan negara dari komoditas kakao diperkirakan tetap stabil pada kisaran Rp 200 miliar hingga akhir 2025, meskipun skema pungutan terhadap ekspor berubah sejak Oktober lalu. 

Nurlaidi, Analis Ahli Madya Direktorat Strategi PNBP Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan dalam paparannya mengenai outlook penerimaan non-pajak sektor perkebunan mengungkapkan, harga kakao dunia masih berada pada kisaran US$ 5.000–US$ 6.000 per ton, jauh di atas threshold US$ 3.500.

Dengan level harga tersebut, tarif bea keluar (BK) 7,5% dan pungutan ekspor (PE) 7,5% tetap berlaku seperti ketentuan baru yang efektif sejak 22 Oktober 2025.

Baca Juga: Sisa Dua Bulan Lagi, Ditjen Pajak Harus Kumpulkan Penerimaan Rp 617,9 Triliun

“Sampai September 2025, bea keluar sudah mencapai Rp 150,7 miliar. Setelah skema dipecah menjadi BK dan PE masing-masing 7,5%, pungutan ekspor per Oktober baru terkumpul Rp 48,8 juta,” ujar Nurlaidi.

Ia memperkirakan tambahan penerimaan hingga Desember tidak akan banyak berubah pola. Dengan rata-rata penerimaan BK sekitar Rp 10 miliar–Rp 12 miliar per bulan, total BK sepanjang 2025 diproyeksikan mencapai sekitar Rp 190 miliar–Rp 200 miliar, sedangkan PE kemungkinan hanya mencapai sekitar Rp 70 juta.

“Totalnya tetap sekitar Rp 200 miliar. Secara postur APBN tidak berubah, karena hitungan tax ratio tetap sama,” jelasnya.

Sebelumnya Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa Kemenkeu bersama Kemenko Perekonomian dan kementerian lainnya telah menyepakati penurunan BK kakao, namun pada saat yang sama mengenakan pungutan ekspor yang sebelumnya tidak ada.

Baca Juga: Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tembus Rp 249,3 Triliun hingga Oktober 2025

“Dengan demikian penerimaan negaranya tidak turun, akan tetapi pungutan ekspornya itu langsung digunakan untuk replanting, untuk meningkatkan produktivitas dan mempertahankan competitiveness kakao,” ujar Febrio dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (20/11/2025).

Ia menegaskan bahwa setiap kebijakan fiskal terhadap komoditas berbasis sumber daya alam, seperti bea keluar, selalu dirancang untuk mendorong hilirisasi dan peningkatan produktivitas.

Lebih lanjut, Nurlaidi menilai prospek penerimaan negara dari komoditas Kakao pada 2026 kemungkinan besar masih tak jauh beda jika tarif penuh 7,5%. Ia bilang mulai Januari 2026, tarif BK dan PE masing-masing 7,5% akan berlaku penuh sepanjang tahun.

Dengan asumsi harga kakao masih stabil di atas US$ 3.500, Nurlaidi memperkirakan penerimaan 2026 dari komoditas ini juga tidak akan jauh berbeda dari tahun 2025.

“Kalau harga tetap, penerimaannya ya sekitar Rp 200 miliar juga,” ujarnya

Selanjutnya: Menhan Sebut TNI AD Bakal Jaga Seluruh Kilang Minyak BUMN Mulai Desember 2025

Menarik Dibaca: 28 Camilan Sehat dan Enak untuk Diet Turun Berat Badan, Cek yuk!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×