kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemulihan Ekonomi Indonesia Dihantui Stagflasi, Ini Kata Ekonom


Minggu, 12 Juni 2022 / 15:30 WIB
Pemulihan Ekonomi Indonesia Dihantui Stagflasi, Ini Kata Ekonom
ILUSTRASI. KM Doro Londa melintasi bongkar muat peti kemas sebelum bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (19/5/2022). Pemulihan Ekonomi Indonesia Dihantui Stagflasi, Ini Kata Ekonom.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (8/6) kemarin menyampaikan bahwa optimisme bahwa momentum pemulihan ekonomi akan tetap berjalan. Namun, di sisi lain pemerintah juga menyadari masih tingginya risiko dan ketidakpastian ke depan.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, jika melihat kondisi pada saat ini, resiko stagflasi pada beberapa negara indikasinya terlihat cukup jelas.

Salah satunya terlihat dari kenaikan inflasi yang sangat tinggi namun di saat yang bersamaan pemulihan ekonomi belum cepat mengejar proses kenaikan inflasi.

Baca Juga: Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Inflasi dan Dinamika Global

“Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi berada pada level yang cukup rendah,” ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (12/6).

Kondisi geopolitik yang mendorong kenaikan harga komoditas energi menjadi salah satu faktor penyebabnya, dan pada muaranya juga ikut menggerek meningkatnya harga pangan di seluruh dunia.

Dalam konteks Indonesia, Yusuf mengatakan bahwa sebenarnya stagflasi perlu dilihat lebih lanjut, karena jika melihat dari beberapa indikator sebenarnya prasyarat stagflasi di Indonesia belum terlihat setidaknya sampai dengan bulan Juni ini.

“Memang betul bahwa inflasi mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun lalu, namun kenaikan inflasi ini juga diikuti dengan proses pemulihan ekonomi ataupun pertumbuhan ekonomi yang diindikasikan dari beberapa indikator,” tutur Yusuf.

Misalnya pada Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Penjualan riil yang masih berada pada level yang cukup baik sehingga ini menandakan bahwa permintaan barang dan jasa dari masyarakat masih terjadi.

Baca Juga: Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tahun Ini Jadi 2,9%

Namun menurutnya, risiko pusat klasik bukan tidak mungkin tidak terjadi di Indonesia apalagi jika muara krisis geopolitik dan pangan berdampak lebih masif dibandingkan pada kondisi saat ini.

Hal ini bisa terjadi karena Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut terlibat dalam perdagangan global yang tentu akan merasakan dampak dari kondisi tersebut.

“Jika itu terjadi tentu proses pemulihan ekonomi akan terganggu setidaknya di tahun ini,” jelasnya.

Yusuf menambahkan, jika stagflasi terjadi maka bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 akan berada di range bawah angka target pertumbuhan yang telah disepakati sebesar 5,3% hingga 5,9%.

“Pertumbuhan ekonomi bisa saja berada di kisaran 4,8% hingga 5% jika stagflasi terjadi di level yang tidak terlalu berat. Namun jika stagflasinya sangat tinggi, maka pertumbuhan ekonomi akan ikut menyesuaikan,” ungkapnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Inflasi dan Dinamika Global

Untuk mencegah stagflasi pada tahun depan, Yusuf menyarankan pemerintah untuk memastikan kebijakan perlindungan sosial dan penciptaan lapangan kerja agar dapat berjalan secara optimal.

“Dalam hal perlindungan sosial misalnya kebijakan untuk mengevaluasi data penerima bantuan perlu dipastikan sudah berjalan secara optimal. Sementara untuk kebijakan penciptaan lapangan kerja, investasi perlu didorong untuk lebih bergeliat dibandingkan pada tahun ini, terutama investasi di sektor manufaktur,” jelasnya.

Sementara itu, kebijakan fiskal meskipun berada pada level konsolidasi juga perlu didorong untuk mendorong proses pemulihan daya beli di tahun depan dengan mendorong belanja yang mempunyai efek multiplier yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya belanja modal, belanja subsidi dan belanja perlindungan sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×