Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Hal ini bisa terjadi karena Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut terlibat dalam perdagangan global yang tentu akan merasakan dampak dari kondisi tersebut.
“Jika itu terjadi tentu proses pemulihan ekonomi akan terganggu setidaknya di tahun ini,” jelasnya.
Yusuf menambahkan, jika stagflasi terjadi maka bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 akan berada di range bawah angka target pertumbuhan yang telah disepakati sebesar 5,3% hingga 5,9%.
“Pertumbuhan ekonomi bisa saja berada di kisaran 4,8% hingga 5% jika stagflasi terjadi di level yang tidak terlalu berat. Namun jika stagflasinya sangat tinggi, maka pertumbuhan ekonomi akan ikut menyesuaikan,” ungkapnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Inflasi dan Dinamika Global
Untuk mencegah stagflasi pada tahun depan, Yusuf menyarankan pemerintah untuk memastikan kebijakan perlindungan sosial dan penciptaan lapangan kerja agar dapat berjalan secara optimal.
“Dalam hal perlindungan sosial misalnya kebijakan untuk mengevaluasi data penerima bantuan perlu dipastikan sudah berjalan secara optimal. Sementara untuk kebijakan penciptaan lapangan kerja, investasi perlu didorong untuk lebih bergeliat dibandingkan pada tahun ini, terutama investasi di sektor manufaktur,” jelasnya.
Sementara itu, kebijakan fiskal meskipun berada pada level konsolidasi juga perlu didorong untuk mendorong proses pemulihan daya beli di tahun depan dengan mendorong belanja yang mempunyai efek multiplier yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya belanja modal, belanja subsidi dan belanja perlindungan sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News