kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemindahan ibu kota buka ruang spekulan tanah


Kamis, 06 Juli 2017 / 10:30 WIB
Pemindahan ibu kota buka ruang spekulan tanah


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pemerintah lewat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) berencana untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta. Beberapa kota di Indonesia dikabarkan sebelumnya menjadi opsi pemindahan tersebut. Paling nyaring terdengar adalah pemindahan ibukota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisaksi Nirwono Joga mengatakan, penentuan nama ibukota baru sebaiknya dilakukan di tahap akhir. Hal tersebut kata dia, untuk menghindari adanya spekulan tanah.

Ia bercerita, sebelumnya juga terdengar kabar bahwa pemerintah akan memindahkan ibukota ke Jonggol. Banyak pihak swasta yang menawar tanah di lokasi tersebut. Akibatnya, harga tanah melambung. Sementara rencana pemerintah tak kunjung terealisasi.

"Sekarang isunya sudah jadi spekulan tanah. Palangkaraya sudah muncul spekulan tanah. Padahal belum pasti (jadi ibukota)," kata Nirwono kepada KONTAN, Rabu (5/7) malam.

Ia bilang, jika tanah dikuasai oleh swasta maka akan mengganggu tata ruang yang dibangun pemerintah. "Maka harusnya nama kota adalah proses terakhir karena terkait tata ruang," tambah dia.

Nirwono menjelaskan, langkah pertama yang dilakukan pemerintah seharusnya adalah melakukan kajian mendalam dan memublikasikan kajian tersebut secara transparan. Tak hanya itu, perencanaan tersebut juga seharusnya dikoordinasikan terlebih dahulu ke kementerian terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, hingga Kementerian Keuangan.

"Sehingga nanti begitu Bappenas menyelesaikan kajian, kementerian merasa terlibat di dalamnya," tuturnya.

Kedua, lantaran ibukota nantinya harus berkembang maka pemerintah juga harus berdiskusi dengan investor untuk mengetahui menarik atau tidaknya rencana pemerintah bagi investor. Sebab, sebuah kota biasanya hanya 30% dibiayai pemerintah. Sementara 70% sisanya dibiayai oleh pihak swasta.

Ketiga, proposal perencanaan juga harus dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR karena harus memiliki payung hukum bahkan lembaga khusus yang menangani dan dana yang berkelanjutan. Sebab pemindahan ibukota membutuhkan waktu 5-6 tahun bahkan 10-20 tahun untuk membuat kota baru tersebut hidup.

"Dari situ pilihan kota justru akan lahir, dari diskusi dengan kementerian, investor dan DPRD. Keluarlah calon-calon kota alternatif," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×