kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah tunggu kepastian haji dari Arab Saudi hingga 20 Mei


Senin, 11 Mei 2020 / 16:48 WIB
Pemerintah tunggu kepastian haji dari Arab Saudi hingga 20 Mei
ILUSTRASI. Masjidil Haram, Masjid al-Haram atau al-Masjid al-Haram adalah sebuah masjid yang berlokasi di pusat kota Mekkah, mekah, mecca macca yang dipandang sebagai tempat tersuci bagi umat Islam. Masjid ini juga merupakan tujuan utama dalam ibadah haji. Masjid in


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Agama masih menunggu kepastian penyelenggaraan haji tahun 2020 dari Kerajaan Arab Saudi.

“Kami juga mengusulkan batas waktu terakhir menunggu kepastian penyelenggaraan haji tahun 2020 dari Pemerintah Arab Saudi pada tanggal 20 Mei 2020,” kata Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid ketika rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Senin (11/5).

Zainut mengatakan, batas waktu tersebut sebagai dasar pemerintah untuk menilai ketersediaan waktu yang paling memungkinkan dalam persiapan dan pelaksanaan haji tahun 2020.

Batas waktu terakhir itu juga akan menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan estimasi dan kondisi penanganan wabah covid-19.

Baca Juga: Kemenag berharap kepastian haji tahun ini diumumkan Arab Saudi pada 12 Mei

Ia mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dua skenario penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Pertama, pelaksanaan haji dengan pembatasan kuota. Kedua, ditiadakannya pelaksanaan ibadah haji.

Lebih lanjut, Zainut mengatakan, proses negosiasi harga layanan haji tidak dapat dilaksanakan. Sebab, sampai saat ini belum ada perusahaan yang ditetapkan sebagai penyedia layanan transportasi darat untuk jamaah haji Indonesia.

Ia menyebutkan, negosiasi harga akan segera dituntaskan saat situasi sudah memungkinkan atau sudah ada kepastian bahwa Ibadah haji akan berlangsung.

“Seluruh proses pengadaan layanan haji di Arab Saudi yang meliputi penyiapan layanan akomodasi, konsumsi dan transportasi dihentikan sampai pada tahap kesepakatan harga, untuk proses penandatanganan kontrak dan pembayaran uang muka kepada penyedia akan dilakukan kemudian,” jelasnya.

Hal ini, lanjut Zainut, dilakukan berdasarkan permintaan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi kepada Menteri Agama Indonesia yang disampaikan melalui surat beberapa waktu lalu.

Surat tersebut terkait penundaan pelaksanaan kontrak dan pembayaran uang muka untuk seluruh layanan jamaah haji di Arab saudi.

Selain itu, Zainut mengatakan, sampai saat ini belum ada penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) yang melakukan kontrak layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi kepada penyedia layanan di Arab Saudi.

“Progress penyelenggaraan ibadah haji khusus masih dalam tahap proses pelunasan Bipih (biaya perjalanan ibadah haji) khusus,” ucap dia.

Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto berharap terdapat payung hukum terkait penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi corona.

Ia mengusulkan pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pelaksanaan haji di tengah pandemi corona.

Namun demikian, Zainut menyebutkan, belum diperlukan membuat payung hukum atau perppu. Akan tetapi cukup diselesaikan atau dibahas di level menteri dengan DPR dan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, UU nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umrah.

Zainut mengatakan, pasal 10 dalam UU itu menyebutkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji reguler menjadi tanggung jawab pemerintah yang dilaksanakan oleh menteri dalam hal ini adalah menteri agama. Kemudian UU nomor 30 tahun 2014 terkait pengambilan diskresi pada pasal 1 poin 9.

Baca Juga: Tahap pertama ditutup, sudah 88% jemaah telah lunasi biaya haji

Disebutkan, Diskresi adalah keputusan atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Kemudian, pada poin b, pelaksanaan diskresi dalam pasal 22 disebutkan, diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang.

Penggunaan diskresi, pejabat pemerintahan bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

"Jadi sesungguhnya dalam hal ini ada diskresi yang diberikan melalui peraturan perundang-undangan sehingga tidak harus kemudian kita terbitkan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu)," tutur Zainut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×