Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) telah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pada Senin (5/10).
Morgan Stanley juga menilai bahwa UU Ciptaker ini menjadi menjadi payung hukum untuk meningkatkan dan menarik investasi melalui deregulasi yang terkoordinasi dan relaksasi dalam ekosistem investasi, perpajakan, tenaga kerja, dan pengadaan tanah yang telah dikemas lewat UU Omnibus Law.
Dalam laporan Morgan Stanley menjelaskan, pada tahun 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan reformasi pertama dalam masa kepresidenannya yang bertujuan untuk meningkatkan alokasi belanja infrastruktur pemerintah dalam anggaran fiskal menjadi di atas 2% dari PDB dari sebelumnya 1% dari PDB.
Sehingga, di tahun 2016, pemerintah menargetkan Indonesia berada di peringkat di atas 40 dalam survei kemudahan berbisnis Bank Dunia. “Ini telah meningkat dari 120 pada tahun 2014 menjadi 73 pada tahun 2019, tetapi masih memiliki beberapa cara untuk memenuhi target ini,” sebagaimana dikutip dalam keterangan resmi Morgan Stanley, Jumat (9/10).
Baca Juga: Morgan Stanley ungkap alasan Indonesia bisa jadi negara berbasis digital terbesar
Adapun, untuk lebih meningkatkan peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha, kunci utama pemerintah adalah melalui deregulasi terkoordinasi dan reformasi insentif yang dikemas dalam Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Perpajakan.
“Undang-undang ini bertujuan untuk mengurangi berbagai regulasi terkait di Indonesia,” tandasnya.
Sehingga dalam rancangan Undang-Undang tersebut hingga Januari 2020, terdapat 8.451 peraturan dari pemerintah pusat dan 15.965 peraturan dari pemerintah daerah, berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM.
Pemerintah Indonesia kemudian mulai menggarap Omnibus Law pada akhir tahun 2019 dengan tujuan untuk deregulasi dan / atau harmonisasi berbagai regulasi yang ada di berbagai sektor dalam satu undang-undang.
Baca Juga: Syarat penguasaan tanah 50% untuk KEK beri kepastian kegiatan usaha jalan
Adapun bagian tentang Penciptaan Kerja bertujuan untuk meningkatkan kemudahan berusaha, antara lain penyederhanaan proses perizinan usaha, reformasi peraturan kepegawaian, dan penyederhanaan proses pengadaan tanah.
Selain itu, Omnibus Law perpajakan juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing dengan melonggarkan dan / atau menyederhanakan tarif dan / atau denda pajak.
Lebih singkatnya, Draf Penciptaan Kerja Omnibus Law dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Riset Morgan Stanley menyebutkan draft Omnibus Law on Job Creation memiliki 1.028 halaman dengan 174 artikel dan 15 bab dengan topik yang disorot adalah sebagai berikut Pelonggaran pembatasan investasi asing, dimana saat ini, negara memiliki daftar investasi negatif, yang menetapkan sektor mana yang terbuka untuk investasi asing serta persentase kepemilikan asing yang diizinkan.
Daftar tersebut saat ini memiliki 20 bidang usaha yang tertutup untuk dilakukan investasi. Dalam Undang-undang baru akan membuka sebagian besar kegiatan bisnis untuk penanaman modal, termasuk penanaman modal asing.
Kemudian juga Penyederhanaan izin usaha dan pengadaan tanah. Dalam UU Cipta Kerja, Investor dapat memperoleh izin usaha melalui sistem online single submission (OSS), bukan melalui beberapa kementerian atau lembaga pemerintah lainnya.
Baca Juga: Morgan Stanley: Indonesia bisa jadi negara berbasis ekonomi digital terbesar di dunia
“Omnibus Law juga akan memperkenalkan sistem pendekatan berbasis risiko. Bisnis yang dianggap berisiko rendah tidak lagi diwajibkan untuk mendapatkan izin usaha, hanya nomor registrasi,” jelasnya.
Selain itu, menurut Morgan Stanley, Undang-Undang ketenagakerjaan akan mencakup bidang-bidang dengan persyaratan perizinan yang jelas, pemutusan hubungan kerja, pekerjaan berbasis kontrak, skema manfaat pasca-pemutusan hubungan kerja, hak-hak karyawan ketika ada akuisisi, dan pembayaran pesangon / pemutusan hubungan kerja.
Dengan demikian, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6% per tahun dan menampung dua juta tenaga kerja baru pada tahun 2024, negara akan membutuhkan investasi baru sebesar Rp 4.800 triliun.
“Dimana investasi baru ini akan datang dari pemerintah, badan usaha milik negara, swasta, penanaman modal dalam negeri, dan penanaman modal asing,” katanya.
Mengingat terbatasnya kemampuan investasi dalam negeri, Morgan Stanley meyakini bahwa Indonesia akan membutuhkan Foreign Direct Investment (FDI) dalam jumlah besar yang akan ditangani lewat reformasi Omnibus Law.
Sehingga, untuk memenuhi target jangka pendeknya, pemerintah Indonesia menjadikan salah satu tujuan utamanya untuk meningkatkan investasi lewat relokasi rantai pasokan dari China.
“BKPM menunjukkan ada tujuh perusahaan yang sedang dalam proses pemindahan pabriknya ke Indonesia dan kebanyakan adalah dari China. BKPM juga menyebutkan total investasi sebesar US$ 850 juta dengan potensi lapangan kerja 30.000 pekerja,” tutupnya.
Selanjutnya: Meneropong prospek saham-saham big cap hingga akhir 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News