Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah dinilai perlu menunjukkan "sense of crisis" atau kesadaran krisis dalam mengelola anggaran negara melalui aturan baru terkait perjalanan dinas para pejabat negara dan Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya melalui pengendalian biaya birokrasi dan kelembagaan.
Ekonom dari Bright Institute, Yanuar Rizky, menegaskan meski kenaikan biaya perjalanan dinas bisa disebabkan oleh faktor inflasi, pemerintah tetap harus meresponsnya dengan menurunkan standar atau membatasi volume pengeluaran.
Ia menilai bahwa perjalanan dinas hanya seharusnya dilakukan untuk kegiatan yang benar-benar penting dan mendesak bagi peran negara dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Baca Juga: Prabowo Minta Pelantikan Kepala Daerah Diundur Demi Efisiensi
“Prinsipnya, sense of crisis harus ditunjukkan pemerintah, dan itu dimulai dari biaya birokrasi dan kelembagaan pemerintah,” ujar Yanuar kepada Kontan, Minggu (1/6).
Lebih lanjut, ia menyarankan agar perjalanan dinas dilakukan dengan prinsip ekonomis, melibatkan hanya tim inti yang relevan dan tanpa membawa aparatur pendukung yang tidak memiliki peran langsung dalam tugas tersebut.
Pernyataan ini disampaikan menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025, yang mengatur Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026. Sejumlah komponen dalam aturan tersebut mengalami penyesuaian, termasuk biaya perjalanan dinas dalam dan luar negeri.
Yanuar menilai, momen ini harus dimanfaatkan untuk menegaskan komitmen pemerintah terhadap efisiensi anggaran dan akuntabilitas belanja negara, di tengah tekanan fiskal dan kebutuhan penataan ulang prioritas pembangunan.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Transparan Soal Kebijakan Efisiensi Anggaran
Sebagai informasi, dalam beleid baru tersebut, beberapa ketentuan biaya perjalanan dinas, baik biaya perjalanan dinas luar negeri dan komponen transportasi domestik yang mengalami perubahan jika dibandingkan dengan PMK sebelumnya, yaitu PMK Nomor 39 Tahun 2024.
Misalnya saja, biaya penginapan dalam negeri untuk menteri, wakil menteri, dan pejabat eselon I kini ditetapkan antara Rp 2,1 juta hingga Rp 9,3 juta per malam. Jika ditelaah, terdapat perubahan batas atasnya yang justru mengalami penurunan dari sebelumnya Rp 9,7 juta.