Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Dua pemegang saham pengendali Bank Century, Rafat Ali Rizfi dan Hisyam Al Waraq disebut sengaja mengabaikan Bank Century yang menyebabkan ambruknya bank tersebut. Keduanya mengacuhkan desakan untuk mencarikan solusi terkait sulitnya penjualan Surat-Surat Berharga (SSB) di pasar uang.
Hal tersebut disampaikan mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim saat bersaksi dalam persidangan kasus Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa Budi Mulya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (21/4).
Bank Century merupakan hasil merger dari tiga bank, yakni Bank Danpac, Bank Piko, dan Bank CIC. Hasan mengaku bahwa dirinya baru mengetahui SBB milik Bank CIC telah bermasalah sejak tahun 2001 bahwa SBB tersebut tidak mudah dijual di pasar uang dalam keadaan krisis dan kebutuhan dana mendadak. Ditambah lagi, jenis SBB tidak umum yang kerap dijadikan jaminan permintaan modal.
"Waktu itu kami lapor ke pengawas. Kebetulan pengawasnya ganti-ganti. Karena kalau suatu hari ada kesulitan likuiditas, maka bank ini bisa ditutup. Maka dari hasil notulen rapat dengan pengawas, pemegang saham pengendali diminta harus menyelesaikan masalah likuiditas, SSB, dan lain-lain," Hermanus.
Lebih lanjut ia menyebut, pemegang saham juga diberikan batas waktu oleh pengawas Bank Indonesia agar masalah kesulitan modal tersebut diselesaikan dengan cara menjual SBB dan valuta asing hingga 31 Desember 2005. Namun demikian sambung Hermanus, nilai SBB memang besar, yakni sebesar US$ 224,6 juta atau Rp 2 triliun.
Hermanus juga bilang bahwa Rafat dan Hisyam sempat memberikan jaminan modal sebesar US$ 220 juta di Bank Dresdner, Jerman, sebagai pengganti jaminan SSB. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan Bank Century ambruk.
Pada krisis ekonomi dunia pada tahun 2008, para deposan besar baik perorangan maupun korporasi berlomba-lomba menarik simpanan mereka di Bank Century. Hal tersebut juga menyebabkan situasi rush. Bank Century pun akhirnya kesulitan modal untuk mengembalikan dana para nasabah lantaran tuntutan penarikan uang yang tinggi.
Melihat kondisi tersebut, ia bersama Rafat dan Hisyam mengabaikan komitmen penyelesaian permasalahan SBB Bank Century. Bahkan sempat memuncukan usulan untuk menjual bank yang kini bernama Bank Mutiara tersebut kepda pemodal lainnya.
"Tapi kami pemegang saham pengendali sudah susah ditemui. Diundang rapat pun enggak pernah hadir sampai akhirnya kalah kliring pada November 2008," tutur Hermanus
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News