kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.930.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Pelaku usaha manufaktur tertekan lemahnya permintaan barang dalam dan luar negeri


Senin, 03 Februari 2020 / 18:29 WIB
Pelaku usaha manufaktur tertekan lemahnya permintaan barang dalam dan luar negeri
ILUSTRASI. Kontraksi pada aktivitas manufaktur di dalam negeri terus berlanjut hingga awal tahun 2020.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontraksi pada aktivitas manufaktur di dalam negeri terus berlanjut hingga awal tahun 2020. Para pengusaha menilai, berbagai sentimen negatif perekonomian menyebabkan laju permintaan di dalam dan luar negeri terus melemah.

Ketua Bidang Industri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan mengatakan, lemahnya permintaan membuat aktivitas produksi industri manufaktur makin menurun. Gempuran sentimen global seperti perang dagang, perlambatan ekonomi global, dan Brexit terus bergulir sejak tahun lalu.

“Sekarang ada sentimen virus corona yang sudah mendunia juga. Proyeksi PMI manufaktur di dua sampai tiga bulan ke depan kemungkinan masih akan turun karena China sebagai sentra pasar terbesar terdampak corona,” tutur Johnnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (3/2).

Baca Juga: BPS: Produksi industri manufaktur kuartal IV-2019 tumbuh 3,62%

Faktor lainnya, lanjut Johnny, ialah permasalahan daya saing manufaktur Indonesia. Kontraksi pada manufaktur Indonesia yang konsisten sejak tahun lalu menunjukkan bahwa industri manufaktur semakin sulit untuk mengejar persaingan dengan negara-negara lain seperti Vietnam, Kamboja, Thailand, dan lainnya.

“Bisnis riil manufaktur banyak yang menurun menjadi lemah, salah satunya karena barang-barang hasil porduksi tidak bisa diekspor dan tidak bisa bersaing. Selama situasi ini belum diperbaiki, maka akan sulit menciptakan ekspansi,” ungkap Johnny.

Oleh karena itu, inisiatif Omnibus Law oleh pemerintah menjadi salah satu harapan bagi para pelaku industri untuk memperbaiki daya saing dan iklim investasi di dalam negeri. Jika terimplementasi, harapannya industri manufaktur bisa kembali bergeliat dan membuka lapangan kerja formal yang lebih besar.

“Tujuan Omnibus Law sudah baik, kita tinggal harapkan saja ini bisa berjalan dan memperbaiki daya saing manufaktur Indonesia,” tandasnya.

Baca Juga: Aktivitas manufaktur ASEAN mulai membaik, meski serapan tenaga kerja terus turun




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×