Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengapresiasi pemerintah atas terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal berharap, aturan tersebut tetap digunakan untuk tahun-tahun seterusnya.
"Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengapresiasi keluarnya dasar hukum penetapan upah minimum yang tidak menggunakan PP 36/2021,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu (20/11/2022).
"Tentu Permenaker 18/2022 akan menjadi dasar hukum berikutnya, jangan hanya tahun ini saja," lanjut dia.
Baca Juga: Upah Minimum 2023 Maksimal Bisa Naik 10%, Ini Respon Pengusaha
Said berharap, Permenaker 18/2022 itu tetap digunakan setidaknya hingga keluar peraturan baru, yaitu omnibus law klaster ketenagakerjaan diputuskan lain.
Dalam hal ini, dia berkeyakinan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Selain itu, Permenaker 18/2022 harus diterjemahkan oleh Dewan Pengupahan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk merekomendasikan kenaikan upah minimum kepada Bupati/Walikota maupun Gubernur.
“Bahkan Gubernur sudah diundang oleh Menaker dan Mendagri untuk diberikan penjelasan tentang tata cara kenaikan upah minimum 2023 sesuai Permenaker ini,” tegasnya.
Sehingga, lanjut Said, sudah jelas bahwa PP 36/2021 sudah tidak bisa lagi digunakan sebagai acuan penetapan upah minimum. Akan tetapi, terhadap isi Permenaker 18/2022, Partai Buruh dan serikat buruh menyayangkan kalimat yang digunakan dalam salah satu pasal. Kata Said, salah satu pasal Permenaker 18/2022 berbunyi "kenaikan upah minimum makasimal 10 persen".
“Kalimat tentang maksimal 10 persen ini menimbulkan kebingungan dan pengertian yang keliru tentang upah minimum. Upah minimum itu minimum, tidak ada kata maksimum,” katanya.
Baca Juga: KSPI Serukan Buruh di Daerah Perjuangkan UMP dan UMK Capai 10%
Menurut dia, upah minimum di dalam konvensi ILO (Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional) Nomor 133 atau UU No 13 Tahun 2003 adalah jaring pengaman (savety net) agar buruh tidak absolut miskin.
"Agar pengusaha tidak membayar upah buruh dengan murah dan seenak mereka. Karena itu, negara harus melindungi masyarakat yang akan memasuki dunia kerja dengan menetapkan kebijakan upah minimum," ujarnya.
“Upah minimum kan savety net. Kenapa harus menjadi maksimum? Oleh karena itu, seharusnya tidak ada definisi maksimal 10 persen,” tutur Said.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) baru saja menerbitkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Ida Fauziyah pada 16 November 2022. Dengan terbitnya Permenaker tersebut maka kenaikan upah minimum pada tahun depan maksimal sebesar 10 persen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apresiasi Terbitnya Permenaker 18/2022, Partai Buruh: Harus Jadi Dasar Hukum Berikutnya"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News