Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penerimaan pajak Indonesia masih menghadapi persoalan mendasar berupa ketidakseimbangan antara besarnya kontribusi sektor tertentu terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kontribusinya terhadap penerimaan pajak negara.
Founder Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan bahwa fenomena ini sebagai anomali struktur penerimaan pajak.
Menurutnya, ada sejumlah sektor usaha yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, tetapi justru memberikan kontribusi yang relatif kecil dalam penerimaan pajak.
Baca Juga: Pemerintah Rem Belanja Perpajakan di 2026, Demi Kejar Penerimaan?
Sebut saja industri konstruksi, di mana kontribusinya terhadap PDB mencapai 10,25%. Namun, kontribusinya terhadap penerimaan pajak hanya 4,69%.
Hal serupa juga terlihat pada sektor pertanian. Berdasarkan data yang ia paparkan, sektor pertanian menyumbang 13,17% terhadap PDB. Namun, kontribusinya ke penerimaan pajak hanya sebesar 1,48%.
Menurutnya, perbedaan mencolok ini kemungkinan disebabkan oleh kebijakan pengenaan pajak yang berlaku di sektor-sektor tersebut.
Misalnya, di sektor konstruksi masih diberlakukan skema Pajak Penghasilan (PPh) final, sehingga basis pajaknya menjadi lebih sempit.
Baca Juga: Penerimaan Pajak yang Tinggi Bisa Timbulkan Risiko Likuiditas Bagi Bank
"Minimnya kontribusi di pajak dibandingkan kontribusi di PDB-nya karena mungkin pengenaan atau kebijakan terkait dengan pengenaan PPh final," ujar Darussalam dalam acara Webinar ISEI, Selasa (26/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News