Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
Di sisi lain saat terutang pajak karbon yakni pada saat pembelian barang yang mengandung karbon, pada akhir periode tahun kalendar dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu atau saat lain yang diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP).
Baca Juga: Tok! Pembahasan RUU KUP selesai, DPR setuju dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan besaran tarif dan objek pajak karbon juga merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Namun demikian, Neilmaldrin tak menjalaskan secara detil alasan pajak karbon dikenakan hanya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
“Dalam masa pembahasan, kami dan DPR mengadakan serangkaian proses komunikasi dengan masyarakat, pengusaha, dan semua pihak yang terkait hal ini,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, (1/10).
Anggota Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI Said Abdullah menekankan sebelum pemerintah mengenakan pajak karbon, terlebih dahulu haru membuat peta jalan yang wajib disetujui oleh DPR RI.
Said bilang ini juga menyangkut peta jalan objek pajak karbon yang akan dikenakan bertahap tergantung dari besaran emisi karbon yang dihasilkan.
“Jadi kita tunggu dulu usulan peta jalan yang nanti akan dibuat oleh pemerintah, prinsipnya lebih cepat lebih baik. Tetapi kita menyadari bahwa peralihan ini tidak mudah, selain teknologinya masih dalam tahap pengembangan, dan membutuhkan investasi yang sangat besar,” kata Said kepada Kontan.co.id, Minggu (3/10).
Said berharap, setelah pajak karbon diimplementasikan, Indonesia bisa melakukan perubahan menuju clean energy.
Baca Juga: Mayoritas fraksi di DPR dukung pengenaan pajak bagi wajib pajak merugi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News