Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah menaikkan batas minimum saldo rekening nasabah industri keuangan yang wajib dilaporkan secara otomatis ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar. Walau begitu, Ditjen Pajak mengaku tetap bisa mengakses rekening nasabah yang saldonya di bawah batas itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, Ditjen Pajak masih bisa meminta lembaga keuangan melaporkan data nasabah yang bernilai kurang dari Rp 1 miliar. Dengan catatan, permintaan data ini untuk menelusuri dugaan kasus pajak tertentu. "Kalau Ditjen Pajak menilai saya misalnya, belum membayar pajak, dia akan tetap bisa meminta data ke bank (tanpa mementingkan batasan minimum saldo rekening)," katanya di Gedung Pusat Pajak, Jumat (9/6).
Namun Sri Mulyani menegaskan, pemerintah pada dasarnya tidak berpikir negatif kepada masyarakat. Kebijakan ini demi mendukung kinerja pemerintah. Pemerintah juga bertujuan pengumpulan data keuangan untuk memperbaiki data basis pajak.
Oleh karena itu Sri Mulyani menyarankan agar masyarakat tak perlu mengakali nilai saldo simpanan di bank, sehingga saldo di rekening di bawah Rp 1 miliar. "Meski Anda pecah-pecah Rp 1 miliar jadi beberapa rekening, kami akan tetap bisa meminta data ke perbankan," katanya.
Mantan direktur World Bank ini menambahkan, perubahan batasan saldo untuk memenuhi asas keadilan. Saldo Rp 1 miliar ke atas dianggap sebagai kelompok masyarakat mampu. "Kami memberi perhatian bahwa di atas Rp 1 miliar adalah paling memberi azas keadilan," ucapnya.
Mengutip data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Februari 2017, rekening dengan saldo di atas Rp 1 miliar sekitar 0,25% dari total jumlah rekening di perbankan dalam negeri. Namun, jumlah itu berkontribusi 64,22% dari total simpanan di bank.
Lalu berdasarkan data amnesti pajak, wajib pajak yang ikut amnesti pajak dan mengaku punya kas dan setara kas di atas Rp 1 miliar memiliki nilai aset sebesar Rp 1.661 triliun atau 95,5% dari nilai pelaporan. Sementara jumlahnya sebanyak 291.331 WP atau 37,69% dari jumlah wajib pajak yang melapor.
"Banyak negara yang tidak memberi batasan saldo, tapi kami takut. Ada konteks sosial politik yang harus dijaga. Oleh karena itu, kami tidak segan koreksi (saldo) kalau tujuannya baik," terang Sri.
Sri Mulyani juga percaya, perubahan saldo ini menguntungkan industri keuangan. Lembaga keuangan bisa fokus mendata dan melaporkan rekening nasabah bersaldo lebih dari Rp 1 miliar. Dengan data yang lebih sedikit, secara otomatis akan mengurangi biaya administrasi.
UMKM resah
Walau batasannya sudah dinaikkan, Asosiasi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Indonesia menyatakan pengusaha UMKM masih resah dengan ketentuan itu. Ketua Akumindo M Ikhsan Ingratubun berpandangan, seharusnya ketentuan itu mengikuti aturan internasional yakni Rp 3,3 miliar atau US$ 250.000.
"Yang penting aturannya mengacu pada ketentuan internasional. Kemkeu bikin batas minimum Rp 1 miliar, ini tidak jelas alasannya. Kami lihat Perppu-nya bermasalah, akibatnya PMK-nya juga bermasalah," jelasnya kepada KONTAN, Jumat (9/6).
Menurut dia, pengaruh aturan ini terhadap bisnis UMKM yang paling dekat atau sudah terlihat adalah keresahan. Keresahan biasanya dinyatakan dengan kalimat keluhan yang datang dari pelaku UMKM yaitu, "bisa dikejar-kejar aparat/petugas pajak".
Penambahan aset tertentu, juga dikhawatirkan dianggap adanya penerimaan penghasilan. Dengan begitu, dia bilang, pengusaha UMKM khawatir, petugas pajak menganggap hal itu sebagai penggelapan pajak. "Perlu diketahui dan dipertimbangkan bahwa pembelian aset bukan selalu karena penambahan penghasilan karena operasi. Penambahan aset bisa karena tabungan dan/atau penambahan modal," jelas Iksan.
Meski rekening dipecah-pecah, Ditjen Pajak tetap bisa memeriksanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News