Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Maret 2023 mencapai Rp 432,25 triliun.
Kinerja penerimaan pajak tersebut tumbuh 33,78% dibandingkan penerimaan tahun lalu di periode yang sama. Selain itu, penerimaan pajak ini juga setara 25,16% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Direktur Eksekutif Pratama-Krestox Tax Research Institute (TRI,) Prianto Budi Saptono, mengatakan, kinerja penerimaan pajak pada kuartal I-2023 tersebut sudah baik lantaran pertumbuhan neto pajaknya masih positif.
Baca Juga: Kemenkeu Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2023 Capai 5%
"Harga komoditas mulai melandai sehingga pertumbuhan penerimaan pajaknya minus 1,12%. Meski demikian, penerimaannya sudah mencapai Rp 17,73 trilun yang setara dengan 28,86% dari target," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Senin (17/4).
Kinerja kumulatif tertinggi dari Januari hingga Maret 2023 ada di penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang mencapai 67,1% sebagai dampak dari kenaikan tarif PPN sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kemudian, kinerja kumulatif penerimaan PPh Badan di periode Januari hingga Maret 2023 juga mencapai 69,6%. Kondisi tersebut disebabkan oleh pembayaran PPh 29 di awal waktu untuk sektor pertambangan.
Prianto menyebut, tantangan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak di kuartal II-2023 dan ke depannya ada di pajak impor. Pasalnya, pertumbuhan PPN impor mengalami penurunan dari 41,8% di kuartal I-2022 menjadi 10,9% di kuartal I-2023.
"Selain itu, pertumbuhan PPh 22 impor juga menurun dari 140% di Januari hingga Maret 2022 menjadi 2,4% di Januari hingga Maret 2023," katanya.
Baca Juga: Pajak Konsumsi Masih Jadi Tulang Punggung Penerimaan Pajak Kuartal I-2023
Di samping itu, pemerintah juga masih belum mendapatkan dampak positif dari pengenaan pajak natura yang menjadi bagian dari PPh 21.
Adapun masalahnya terletak pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai juklak dari pemotongan PPh 21 atas imbalan natura dan/atau kenikmatan yang belum terbit hingga saat ini.
"Kondisi tersebut mengakibatkan ketidakjelasan jenis natura/imbalan apa saja yang harus dipotong pajak," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News