Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menjelaskan, terdapat beberapa alasan dibalik gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK) belum diputuskan.
Proses penyelesaian perkara a quo yang dinilai beberapa pihak terkesan lama atau belum kunjung selesai, Fajar menjelaskan disebabkan karena pertama, proses persidangan yang memang panjang sesuai dengan kebutuhan perkara.
Kedua, pembahasan perkara dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang membutuhkan konsentrasi, kecermatan, dan kehati-hatian. "Ketiga, jeda pembahasan perkara a quo karena agenda MK melaksanakan kewenangan memutus perselisihan hasil pilkada serentak tahun 2020. Kesemua hal tersebut dilaksanakan secara patut, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan," jelas Fajar kepada Kontan.co.id, Rabu (21/4).
Ia menjelaskan, perkara a quo membutuhkan proses persidangan mulai dari pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan persidangan yang panjang dengan agenda sebagaimana yang dikehendaki para Pemohon. Lebih lanjut misalnya dalam menghadirkan Ahli dan/atau Saksi.
Baca Juga: Mahfud MD sebut lebih dari 117 eks napi teroris berhasil dideradikalisasi
Berdasarkan Risalah Persidangan, sekurang-kurangnya telah digelar 12 kali persidangan sepanjang Desember 2019 hingga 23 September 2020. Sebagaimana tercantum juga dalam Risalah Persidangan, MK menentukan batas akhir Penyerahan Kesimpulan para Pihak pada 1 Oktober 2020.
Kemudian usai persidangan perkara a quo selesai, MK melakukan pembahasan dalam RPH. Namun, Fajar mengungkapkan belum usai pembahasan, MK sudah harus memasuki masa penanganan perselisihan hasil pilkada mulai 23 Desember 2020.
"Dalam masa tersebut, mengingat perkara perselisihan hasil pilkada harus selesai dalam jangka waktu 45 hari kerja sejak permohonan diregistrasi, maka praktis MK fokus dan berkonsentrasi penuh mengadili perkara perselisihan hasil pilkada.
Ada 136 perkara perselisihan hasil pilkada yang kesemuanya telah diselesaikan MK sesuai dengan ketentuan hingga 15 April 2021, termasuk perkara pilkada Kabupaten Sabu Raijua yang baru belakangan dimohonkan," jelasnya.
Baca Juga: MA tepis anggapan soal pengurangan hukuman koruptor
Setelah menuntaskan perkara perselisihan hasil pilkada, maka baru pemeriksaan perkara pengujian UU kembali dilanjutkan, baik yang masih dalam tahapan persidangan maupun yang dalam tahapan pembahasan dalam RPH, termasuk perkara a quo.
MK melakukan pembahasan perkara a quo dalam RPH dalam jangka kurang dari 3 bulan. Hal tersebut dihitung sejak 1 Oktober 2020 dimana menjadi batas akhir penyerahan kesimpulan para pihak, sampai 23 Desember 2020 atau awal masa gugus tugas penanganan perkara perselisihan hasil pilkada.
Fajar menyebut, jangka waktu tersebut masih dalam batas kewajaran, mengingat isu konstitusional perkara a quo membutuhkan konsentrasi, kecermatan, kehati-hatian, serta diskusi berbobot di antara Hakim Konstitusi di dalam RPH.
MK saat ini sedang melanjutkan RPH pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap sebanyak 7 perkara a quo. "Mohon dukungan semua pihak, agar MK semakin fokus dan berkonsentrasi memutus perkara a quo dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi," imbuhnya.
Sebelumnya Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai bahwa, MK terkesan mencari alasan untuk melakukan penolakan uji materi UU KPK. Dimana Laode menilai, dari segi pemenuhan asas-asas pembuatan undang-undang, revisi UU KPK dinilai tidak memenuhi.
Baca Juga: Berubah lagi, ini alasan terbaru Jokowi tak terbitkan Perppu KPK
"Untuk membuat undang-undang itu ada naskah akademik dulu ada konsultasi dengan pemangku kepentingan yang relevan dan ketiga salah satunya adalah ada konsultasi publik, dari segi itu tidak ada yang dipenuhi oleh revisi UU KPK," kata Laode dalam Webinar Kode Inisiatif pada Minggu (18/4).
Maka Ia menilai harusnya MK tidak perlu berpikir panjang untuk dapat secara langsung memutus perkara uji materi UU KPK.
"Jadi MK saya heran seharusnya gampang sekali untuk menolak ini clear cut, nggak ada lagi bilang ini abu-abu atau apa. Semua prosedur dilanggar ngga ada dipatuhi. Saya yakin sekarang ini MK sedang cari alasan bagaimana berikan pembenaran yang salahnya semakin tampak jelas," ujar Laode.
Selanjutnya: Pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU KPK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News