Reporter: Leni Wandira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengklaim jika data yang dipaparkan atau disebutkan saat debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) mengenai pertanian tidak akurat.
Diketahui, debat yang khusus menampilkan para kandidat calon wakil presiden (Cawapres) tersebut membahas tema spesifik pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Amran menegaskan ada beberapa pernyataan terkait sektor pertanian yang menurutnya tidak tepat dan perlu diluruskan.
“Kami menyayangkan beberapa data tidak di kroscek secara detail yang kami khawatirkan bisa menyebabkan disinformasi di masyarakat,” tegas Mentan Amran kepada Kontan.co.id, Senin (22/1).
Baca Juga: Kementan Blokir Ratusan Importir Bawang Putih
Sebelumnya, Cawapres nomor urut tiga Mahfud MD menilai petani hingga lahan pertanian makin sedikit namun subsidi pukul makin besar tiap tahunnya. Baginya, kondisi demikian menunjukkan ada yang salah.
Menanggapi itu, anak buah Jokowi tersebut menjelaskan bahwa tema besar pembangunan pertanian Indonesia tahun 2024 adalah transformasi pertanian tradisional menuju pertanian modern.
Hal itu dengan maksud agar seluruh proses aktivitas pertanian menggunakan alat mesin pertanian modern. "Contoh penggunaan rice transplanter, combine harvester, Rice Milling Unit (RMU) dan seterusnya," tegas Mentan.
Gagasan besarnya bertujuan menekan biaya produksi 50-60%, meningkatkan produktivitas 20%-30%, planting index 1-2, peningkatan mutu, mengurangi looses, dan petani mampu bertransformasi ke sektor pertanian lainnya seperti perbibitan, perbengkelan, RMU dan dryer.
Baca Juga: Indonesia Bakal Impor Beras Lagi di 2024, Ini Peringatan Pengamat
"Pemerintah berharap dengan ini secara otomatis jumlah petani tradisional berkurang, namun kesejahteraan petani meningkat. Ini terbukti dengan tercapainya Nilai Tukar Petani (NTP) 117,76 tertinggi dalam sejarah pertanian Indonesia," ujar dia.
Kata Mentan, berbeda dengan klaim Mahfud tersebut soal subsidi pupuk meningkat. Justru beberapa tahun terakhir nilai dan volume subsidi pupuk menurun, yang diakibatkan penurunan jumlah nilai subsidi dan kenaikan harga bahan baku pupuk.
Data menunjukkan bahwa Sejak 2019, tren alokasi subsidi pupuk Indonesia menurun dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020, dan terus menurun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023.
Juga dari jumlah volume yang diberikan rata-rata sekitar 9 juta ton hingga hanya mampu 6,1 juta ton pada tahun 2023. "Terkini kemampuan subsidi pemerintah hanya 4,7 juta ton (2024)," ujar dia.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Sediakan Stok 1,2 Juta Ton untuk Hadapi Musim Tanam 2024
Hal itu akibat bahan baku yang semakin mahal, yakni Harga DAP (Diamonium Fosfat) mengalami kenaikan sebesar 76,95%, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85%.
Kenaikan harga pupuk yang mempengaruhi volume pupuk pupuk subsidi tersebut disebabkan pandemi covid 19 dan terjadinya perang Rusia-Ukraina yang berujung pembatasan Ekspor Bahan Baku yang Dilakukan Rusia, Ukraina dan China.
Lebih lanjut, kata dia, saat ini ketiga negara tersebut adalah pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar.
Baca Juga: Agar Tak Mudarat, Pengamat Ingatkan Impor Beras 2024 Harus Dihitung Cermat
"Namun saat ini Presiden Joko Widodo telah menambahkan anggaran subsidi pupuk hingga 14 triliun karena ekonomi makin pulih dan harga bahan baku pupuk mulai stabil," pungkas Amran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News