kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengulas dampak kenaikan sejumlah tarif pada awal 2020 terhadap pertumbuhan ekonomi


Jumat, 03 Januari 2020 / 17:07 WIB
Mengulas dampak kenaikan sejumlah tarif pada awal 2020 terhadap pertumbuhan ekonomi
ILUSTRASI. Produk rokok dipajang pada etalase sebuah minimarket di Jakarta, Selasa (28/8). Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok paling cepat pada September atau paling lambat pada Oktober 2018 mendatang.


Reporter: Rahma Anjaeni, Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan setidaknya tiga tarif yang mengalami kenaikan pada 2020. Kenaikan tarif ini dipastikan akan memengaruhi daya beli konsumen, khususnya masyarakat kalangan bawah.

Pertama, tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan secara rata-rata naik hingga seratus persen. Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Baca Juga: Aprindo minta pemerintah beri subsidi silang karena naikkan iuran BPJS Kesehatan

Kedua, tarif cukai rokok naik menjadi 23% dengan harga jual eceran (HJE) 35%. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK 146/2017.

Bila dijabarkan, kenaikan tersebut berlaku untuk cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29%, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik sebanyak 12,84%.

Ketiga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menetapkan delapan belas ruas jalan tol mengalami kenaikan tarif per tanggal 3 Januari 2020.

Antara lain ruas tol Jagorawi, Kertosono-Mojokerto, Makassar Seksi IV, Cikopo-Palimanan, Gempol-Pandaan, Tangerang-Merak, dan Surabaya-Mojokerto.

Kemudian, ruas tol Palimanan-Kanci, Semarang Seksi A-B-C, Tomang-Grogol-Pluit, Tomang-Cawang, Cawang-Tj Priok-Pluit, Pondok Aren-Serpong, Belawan-Medan-Tj Morawa, Makassar Seksi I-II, Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, Surabaya-Gempol, dan Soreang-Pasir Koja.

Baca Juga: Kenaikan sejumlah tarif bakal menekan daya beli masyarakat tahun ini

Sejalan dengan berbagai kenaikan tarif tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey meminta agar pemerintah turut menciptakan keseimbangan untuk mengatasi dampak dari kenaikan tarif ini.

Menurut Roy, hal yang terpenting bukanlah sekadar menaikkan tarif, tetapi bagaimana menyeimbangkan kenaikan tersebut dengan berbagai solusi. "Kalaupun ada kenaikan barang atau jasa pasti akan ada dampak. Oleh karena itu, perlu ada solusi yang harus dilakukan," ujarnya saat dihubungi Kontan, Kamis (02/01).

Baca Juga: BPS catat inflasi pada Desember 2019 sebesar 0,34%

Ia juga mengibaratkan keseimbangan dan kenaikan tarif seperti dua sisi koin. Di saat satu sisi mengalami kenaikan, maka sisi lain harus memberikan kemudahan. Apabila keseimbangan tersebut tidak dapat tercapai, maka tingkat konsumsi masyarakat dipastikan akan berkurang.

Terkait dengan kenaikan tarif rokok, menurut Roy segmen yang terkena dampak paling besar adalah masyarakat kelompok menengah ke bawah atau bukan penikmat rokok. Pasalnya setelah tarif rokok naik, kelompok ini pasti akan menahan transaksi atau menahan belanja, karena mereka belum termasuk dalam kategori penikmat rokok.

Kemudian, semakin banyak orang yang menahan transaksi atau belanja, maka transaksi perdagangan ritel lama kelamaan juga akan ikut terpengaruh.
Roy menjelaskan, umumnya setelah terjadi kenaikan harga, maka peritel akan merasakan dampak penurunan penjualan sekitar 5%-10% dari barang tersebut.

Baca Juga: Berbagai tarif naik tahun ini, Kemenkeu siapkan segambreng instrumen fiskal

"Dampaknya hanya untuk barang yang mengalami kenaikan harga saja, bukan untuk jumlah barang keseluruhan," kata Roy.

Selanjutnya, terkait kenaikan tarif iuran badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) Kesehatan, Roy meminta agar pemerintah bisa lebih memperhatikan status ekonomi kelompok marginal. Bahkan, ia menyarankan alternatif bagi pemerintah untuk menerapkan subsidi silang agar kelompok tersebut dapat tetap menerima subsidi dan terjamin.

Mengenai kenaikan tarif tol Roy mengatakan kenaikan ini nantinya akan berdampak kepada harga barang dari hulu. Jadi kemungkinan tidak semua harga barang akan terkena dampak, tetapi ada beberapa kemungkinan dampaknya akan terasa bagi beberapa jenis barang yg sudah thin margin atau margin keuntungannya sudah tipis.

Namun, Roy juga mengaku bahwa sampai saat ini dapat dikatakan peritel belum terkena dampak apa pun dari kenaikan tarif tol. Pasalnya perusahan logistik, atau yang termasuk dalam kategori perusahaan antara, belum mengumandangkan adanya kenaikan akibat tarif tol.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menyatakan, berbagai kebijakan terkait kenaikan tarif ini akan memengaruhi daya beli masyarakat, baik yang berpendapatan bawah maupun kelas menengah.

"Kebijakan terkait kenaikan cukai rokok, pemotongan subsidi solar, dan LPG 3kg akan memengaruhi daya beli masyarakat berpendapatan bawah," ujarnya kepada Kontan, Kamis (02/01).

Baca Juga: Harga rokok naik 35%, saham-saham emiten rokok ikut melompat

Ia menambahkan, sebagai langkah antisipasi seharusnya pemerintah perlu melakukan pertimbangan ulang sebelum memberlakukan berbagai kebijakan tersebut. Setidaknya, jika kebijakan ini akan tetap dilaksanakan sebaiknya tidak dalam waktu yang bersamaan.

Kemudian, Faisal menganggap penerapan kebijakan fiskal yang ekspansif dan lebih longgar sangat dibutuhkan, terutama pada kondisi seperti saat ini. Salah satu caranya adalah menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk menjaga daya beli masyarakat menengah ke atas.

Jika menilik dari sisi belanja negara, menurutnya kenaikan harga tersebut akan membantu penerimaan pemerintah, tetapi dampak terhadap konsumsi masyarakatnya justru negatif.

Baca Juga: Angka kemiskinan bisa naik gara-gara lonjakan harga rokok, ini penjelasannya

"Jika pertumbuhan harga yang diatur pemerintah serta tingkat inflasi secara keseluruhan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pendapatan masyarakat, maka dalam jangka panjang daya konsumsi masyarakat akan tertekan," kata Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×