kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.934.000   -11.000   -0,57%
  • USD/IDR 16.341   27,00   0,17%
  • IDX 7.544   12,60   0,17%
  • KOMPAS100 1.047   -4,04   -0,38%
  • LQ45 795   -5,29   -0,66%
  • ISSI 252   0,56   0,22%
  • IDX30 411   -3,03   -0,73%
  • IDXHIDIV20 472   -7,09   -1,48%
  • IDX80 118   -0,54   -0,46%
  • IDXV30 121   -0,69   -0,57%
  • IDXQ30 131   -1,32   -1,00%

Menanti Gebrakan APBN untuk Selamatkan Pertumbuhan Ekonomi 2025


Kamis, 24 Juli 2025 / 19:17 WIB
Menanti Gebrakan APBN untuk Selamatkan Pertumbuhan Ekonomi 2025
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah), dan Ketua DK OJK Mahendra Siregar (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025). Rapat tersebut beragendakan pengambilan keputusan atas Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN Tahun 2026. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan perlambatan ekonomi yang mulai terasa sejak awal 2025, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%.

Berdasarkan data makroekonomi saat ini, ekonomi domestik belum cukup bergairah, sementara tekanan global belum mereda. Dalam situasi ini, belanja pemerintah kembali menjadi tumpuan utama untuk menjaga momentum pertumbuhan.

Sejumlah ekonom bahkan menilai bahwa kuartal III dan IV akan menjadi penentu apakah target pertumbuhan tahun ini realistis atau kembali meleset seperti di 2024.

Untuk itu, gebrakan APBN diperlukan, terutama dalam mendorong percepatan realisasi belanja yang selama semester I dinilai masih lambat.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa pemerintah akan mendorong percepatan belanja untuk memacu pemulihan ekonomi di paruh kedua tahun ini.

"APBN kita untuk 2025 kan kemarin sudah diumumkan outlook-nya, defisitnya 2,78%. Itu melibatkan masih banyak sekali belanja pemerintah yang harus dieksekusi dengan lebih cepat," kata Febrio kepada awak media di Gedung DPR, Kamis (24/7/2025).

Baca Juga: DPR dan Pemerintah Sepakat Menaikkan Target Setoran Perpajakan pada RAPBN 2026

Menurutnya, strategi utama pemerintah saat ini adalah mempercepat pelaksanaan belanja, terutama untuk program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto. 

"Jadi itu nanti akan mendukung rebound untuk semester kedua," katanya.

Febrio juga menyoroti dampak positif dari hasil negosiasi dagang antara Indonesia-AS yang berhasil menurunkan tarif dari 32% menjadi 19%.

"Dengan tarif yang lebih baik ini kita melihat pertumbuhan ekonomi bisa rebound di atas 5% untuk paruh kedua," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada tahun ini, maka dibutuhkan pertumbuhan belanja pemerintah di atas 15% hingga 20% year on year (yoy).

"Karena kontribusi belanjanya sekitar 9% terhadap PDB, jadi butuh growth tinggi," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (24/7).

Di sisi lain, Bhima juga mendorong pemerintah untuk melanjutkan belanja perpajakan guna mendorong konsumsi rumah tangga.

Misalnya saja diskon tarif listrik bagi pelaku usaha di sektor padat karya yang bertujuan untuk meringankan beban operasional pelaku usaha.

"Sehingga diharapkan mencegah PHK," katanya.

Di sisi lain, Bhima juga mengusulkan insentif seperti menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 7,5 juta per orang per bulan.

"Tujuannya adalah disposable income itu bisa lebih meningkat, sehingga uang yang bisa dibelanjakan itu juga lebih besar lagi," imbuh Bhima.

Baca Juga: Banggar DPR Proyeksikan Belanja Negara di 2026 Naik Menjadi Rp 3.820 Triliun

Sementara itu, Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufikurahman menilai dorongan belanja negara di paruh kedua 2025, khususnya untuk mengakselerasi program prioritas presiden, secara normatif memang bisa menjadi instrumen fiskal untuk mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi.

Bila diarahkan ke sektor-sektor dengan daya ungkit tinggi seperti pangan, infrastruktur dasar, dan bansos terukur belanja negara bisa menciptakan efek pengganda yang memperkuat konsumsi rumah tangga, menggairahkan aktivitas sektor riil, serta mendorong confidence pasar domestik.

Kendati begitu, Rizal mengingatkan bahwa persoalannya tidak semata-mata soal nominal belanja, namun soal efektivitas realisasi dan kualitas serapan dalam waktu yang sangat sempit.

"Di tengah birokrasi yang masih rigid, potensi belanja tersebut justru riskan menjadi inflasi belanja tanpa output rill yang berarti," kata Rizal.

Menurutnya, tekanan eksternal seperti pelemahan ekspor, depresiasi nilai tukar, hingga ketidakpastian geopolitik global juga dapat menggerus dampak positif belanja dalam negeri. Maka dari itu, Rizal menilai perlu kehati-hatian dalam kalkulasi fiskal.

"Secara kalkulasi fiskal perlu ada ruang untuk pertumbuhan di atas 5%, dengan tetap perlu kehati-hatian agar dorongan belanja ini tidak semata kosmetik (fiskal) jangka pendek, melainkan mampu menciptakan pondasi pertumbuhan yang lebih struktural dan berkelanjutan," imbuhnya.

Baca Juga: DPR dan Pemerintah Sepakati Asumsi Makro RAPBN 2026, Belanja Daerah Akan Digenjot

Koordinator Analis di LAB 45, Reyhan Noor menambahkan, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, kebijakan insentif dan stimulus tetap perlu dilakukan terutama melihat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang melambat. 

Dari seluruh kebijakan yang sudah ada di sisi permintaan (konsumen), pemerintah juga bisa berfokus pada insentif dan stimulus di sisi penawaran (penjual). 

"Salah satunya adalah insentif bagi perusahaan besar terutama manufaktur yang dapat melibatkan UMKM," ujar Reyhan.

Ia menyebut, upaya menghubungkan antara UMKM dengan offtaker seperti perusahaan akan mampu membuat efek pengganda ekonomi yang lebih baik karena sebagian besar pekerja dan aktivitas ekonomi di Indonesia adalah UMKM.

Selain insentif dan stimulus, penyerapan belanja pemerintah juga perlu ditingkatkan. 

Menurutnya, salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 adalah pertumbuhan belanja pemerintah yang terkontraksi sebanyak -1,38%. 

"Proyek nasional seperti MBG diharapkan dapat menjadi katalis dengan penyerapan yang masih 7% sedangkan potensi efek terhadap ekonomi sangat besar," pungkasnya.

Baca Juga: TOK! DPR-Pemerintah Sepakati Postur RAPBN 2026

Selanjutnya: China Rilis Draf Amandemen UU Harga untuk Redam Perang Harga

Menarik Dibaca: 100 Anak Muda ASEAN Siap Laksanakan Proyek Sosial Lintas Negara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×