Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menilai arah kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto menunjukkan paradigma developmental state atau negara pembangunan.
Paradigma ini menempatkan negara sebagai aktor utama yang mengarahkan jalannya perekonomian, mirip dengan strategi industrialisasi yang dulu dijalankan Jepang, Korea Selatan, hingga China.
"Jadi peran negara yang sangat besar yang mencoba untuk mempengaruhi atau menentukan arah daripada ekonomi kita ke depan ini. Ini sebenarnya mirip dengan strategi yang di awal-awal industrialisasi di berbagai negara itu dijalankan, seperti misalnya di Jepang, di Korea Selatan, bahkan even di China," ujar Fadhil dalam acara diskusi publik, Sabtu (16/8/2025).
Baca Juga: INDEF Mendorong Pemanfaatan Transisi Hijau Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi
Menurutnya, paradigma yang dianut Prabowo ini menekankan peran negara yang sangat besar, misalnya dalam mengarahkan investasi, memanfaatkan anggaran sebagai katalis pembangunan industri strategis, serta mendorong BUMN sebagai instrumen investasi.
Ia menambahkan, meski defisit APBN 2026 diproyeksikan menurun dari 2,78% menjadi 2,48% PDB, kebijakan fiskal tetap ekspansif. Hal itu mencerminkan strategi jangka menengah dan panjang, bukan sekadar respons jangka pendek.
"Bisa dilihat dari penerimaan pajak yang ditargetkan itu sangat tinggi dibandingkan historical-nya," katanya.
Namun, ia mengingatkan ada implikasi politik-ekonomi dari paradigma ini. Menurutnya, kebijakan yang cenderung proteksionistis bisa menimbulkan ketegangan dengan pelaku usaha maupun investor asing, yang umumnya kurang menyukai proteksionisme.
Baca Juga: PMI Manufaktur Masih Kontraksi, Indef Soroti Lesunya Daya Beli dan Gempuran Impor
Meski demikian, ia mengakui fenomena serupa juga terjadi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat.
"Tapi kemudian kalau misalnya gejala ini berlaku di hampir semua negara, nah ini tentunya akan juga membawa implikasi terhadap investasi yang kita ingin peroleh misalnya dari luar negeri. Karena pada kenyataannya kita ini karena adanya perbedaan saving investment gap nya itu ya kita memerlukan investasi dari luar negeri gitu," jelasnya.
Tidak hanya itu, Fadhil menambahkan, keberhasilan paradigma developmental state juga sangat bergantung pada birokrasi yang efisien dan responsif.
"Kita mengetahui bahwa birokrasi di kita ini kan semua mengetahui ya tidak terlalu responsif, tidak terlalu efisien ya apalagi kemudian program yang dijalankan ini, yang hendak dijalankan oleh Pak Prabowo ini sangat masif skalanya dan memakan biaya yang begitu besar," pungkasnya.
Selanjutnya: Potensi Besar, Tapi Industri Otomotif RI Terjebak Stagnasi Penjualan
Menarik Dibaca: Daftar Promo HUT RI ke-80 hingga 18 Agustus: Fore, JCO, KFC, A&W sampai Pizza Hut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News