Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) meramal tahun depan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) maksimal sebesar Rp 250 triliun.
Ekonom Pefindo Fikri C. Permana mangatakan proyeksi tersebut berlandaskan hitung-hitungan proyeksi defisit anggaran pada 2020 di level 1,79% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih rendah daripada target tahun 2019 sebesar 1,93% terhadap PBD.
Baca Juga: Kantor Walikota Jakarta Utara tak punya anggaran ganti foto presiden dan wapres
Sehingga kebutuhan net-penerbitan SUN bisa lebih kecil.
Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, secara volume penerbitan surat utang tahun depan, SUN korporasi akan lebih banyak ketimbang ritel. Hanya saja, investor ritel diharapkan tumbuh di tahun depan.
Di sisi lain, realisasi obligasi denominasi valas lebih banyak daripada rupiah di tahun ini. Fikri memahami hal tersebut bisa berlanjut di tahun 2020 karena tantangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yield, dan sentimen pasar lainnya.
Idealnya menurut Fikri penerbitan obligasi denominasi valas asing hanya 10% dan rupiah 90% dari total keseluruhan obligasi pemerintah. Loto berkomitmen pihaknya akan terus menekan obligasi valas demi menumbuhkan investor domestik.
Baca Juga: Ini strategi pemerintah menutup defisit anggaran lewat SUN pada 2020
Sementara itu, catatan Fikri ada tiga tantangan pemerintah di tahun depan yang dapat memengaruhi kondisi ekonomi domestik dan secara berkelanjutan menentukan kinerja SUN.
Pertama, pemerintah perlu meningkatkan tax rasio sehingga dapat memaksimalkan sisi penerimaan di samping alternatif pembiayaan lainnya.
Kedua, mendorong penyerapan anggaran menjadi lebih efektif dan efisien. Ketiga, bersikap prudent dalam mendorong pendanaan dan mengalokasikan anggaran.
Baca Juga: Prospek positif, pasar obligasi bakal ramai di akhir tahun
Meski demikian, Fikri menilai sentimen global masih menghantui pasar utang dalam negeri dengan tren penurunan suku bunga global. Sehingga yield SUN cenderung melandai.
“Hanya saja, tren tersebut terjadi secara global. “Pasar obligasi dalam negeri masih sangat menarik terutama karena spread yield Indonesia-AS tenor sepuluh tahun masih di atas 400 basis points (bps),” kata Fikri kepada Kontan.co.id, Senin (21/10).
Apalagi menurut Fikri di saat yang sama persepsi risiko indikasi credit default swap (CDS) pun masih di bawah 100. Untuk itu, Fikri memproyeksi yield rata-rata SUN di tahun 2020 berada di level 6,5%-7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News