Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kecaman terus berdatangan menyikapi perlindungan yang diberikan Polda Jawa Barat terhadap terpidana kasus korupsi Susno Duadji. Kejaksaan diminta mulai memikirkan penerapan pasal 'melawan hukum' untuk semua yang terlibat membantu menghalangi eksekusi Susno.
"Ini sepertinya kepolisian tidak menghormati kerja kejaksaan. Eksekusi terpidana adalah tugas dan kewenangan kejaksaan. Polisi seharusnya justru mem-backup kejaksaan, bukan malah melindungi terpidana," kecam Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Saldi Isra, saat dihubungi, Kamis (25/4).
Dalam kondisi ini, dia berpendapat kejaksanaan harus mulai mempertimbangkan penerapan pasal 'melawan hukum' yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, untuk semua pihak terkait penolakan eksekusi Susno ini.
Seharusnya, tegas Saldi, Polda Jawa Barat tidak melakukan tindakan yang memberikan perlindungan pada Susno yang menolak eksekusi. "Polisi itu sama-sama aparat negara yang harus membantu penegakan hukum. Ini jaksa menjalankan tugas, seharusnya memperlancar," tegas dia.
Saldi pun tak sependapat bila loyalitas korps menjadi dasar perlindungan yang diberikan pada Susno, meskipun permintaan Susno yang disebut sebagai dalih pemberian perlindungan itu oleh Kapolda Jawa Barat Irjen Tubagus Anis Angkawijaya.
"Lho, Susno ini sudah pensiun," ujar Saldi. Dia meminta Jaksa Agung berkoordinasi dengan Kapolri terkait perkembangan ini, bila perlu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan turun tangan. "Hukum semakin rusak kalau terus-menerus begini," kecam dia.
Soal kepatuhan hukum
Penolakan eksekusi oleh Susno dengan beragam dalih, menurut Saldi tak lebih dari bentuk ketidakpatuhan pada hukum. Soal putusan kasasi tak mencantumkan perintah penahanan, menurut dia cukup dipahami dengan logika hukum atas proses hukum berjenjang yang sudah terjadi.
Sementara soal tuduhan putusan banding cacat hukum, Saldi melihatnya sebagai kesalahan yang tak substansial. Susno Duadji, terpidana kasus korupsi yang telah ditolak permohonan kasasinya, mati-matian menolak eksekusi.
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia ini pun tak sungkan meminta perlindungan pada Polda Jawa Barat agar jaksa tak bisa mengeksekusinya. "Pak Susno menghubungi pada saat kejaksaan datang ke sana. Tentu kami akan melindungi. Dia bilang, Pak Kapolda, tolong lindungi saya," aku Kapolda Jawa Barat Irjen Tubagus Anis Angkawijaya, Rabu (24/4) malam.
Atas permintaan itu, Polda Jabar pun mengirimkan satu kompi pasukan ke rumah Susno, yang tiba sekitar pukul 15.00 WIB. Dalih pengiriman pasukan ini adalah mengantisipasi keamanan. Apalagi, ujar Anis, saat itu telah berkumpul puluhan anggota Satgas Partai Bulan Bintang (PBB) Brigade Hizbullah untuk menghalangi eksekusi Susno.
Kapolda Jabar ini pun mengatakan, menjadi kewajiban kepolisian untuk memberikan perlindungan bila ada warga negara yang meminta perlindungan tersebut. Anis membantah perlindungan tersebut adalah upaya menghalangi penegakan hukum, dalam hal ini pelaksanaan eksekusi Susno Duadji.
Tak cukup meminta perlindungan dari kepolisian daerah yang pernah dikomandaninya, Susno pun menghubungi Ketua Dewan Syuro PBB Yusril Ihza Mahendra. Kuasa hukum Susno, Frederic Yunardi, sudah lebih dulu datang sekitar pukul 14.30 WIB, berbarengan dengan istri Susno, Herawati, dan putrinya. Intinya, semua dalam rangka menolak pelaksanaan eksekusi.
Mahkamah Agung menolak pengajuan kasasi Susno, 22 November 2012. Meski tidak tercantum vonis hukuman yang harus dijalani dalam amar kasasi tersebut, penolakan atas permohonan kasasi berarti mengembalikan vonis yang harus dijalani Susno berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Susno divonis hukuman penjara tiga tahun dan enam bulan. Hakim menilai Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
Susno sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dia menyatakan, dirinya tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan. Alasan pertama penolakan eksekusi itu adalah ketiadaan pencantuman perintah penahanan dalam putusan kasasi MA. Susno berkilah, MA hanya menyatakan menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara Rp 2.500.
Sedangkan alasan kedua penolakan eksekusi adalah penilaian bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta cacat hukum. Penilaian itu merujuk pada kesalahan penulisan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam amar putusan banding.
Dengan kedua argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai. Dia pun bersikukuh menolak eksekusi. (Palupi Annisa Auliani/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News