kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RUU KUHP tak melindungi justice collaborator


Kamis, 18 April 2013 / 15:37 WIB
RUU KUHP tak melindungi justice collaborator
ILUSTRASI. Telur termasuk makanan yang mengandung asam folat.


Reporter: Adhitya Himawan |

JAKARTA. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyayangkan berbagai kekurangan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Salah satunya, beleid ini tak memasukkan aturan perlindungan atas justice collaborator.

"Justice collaborator itu kan pelaku tindak kejahatan, namun dia akhirnya bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap sebuah kejahatan agar bisa terbongkar. Draft RUU KUHP harusnya mengatur lebih banyak hak-hak, perlindungan atau pengurangan hukuman yang bisa didapat justice collaborator," sambung Abdul Haris dengan nada sesal.

Pria yang sebelumnya aktif di ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
) ini mencontohkan beberapa negara telah mempraktikkan perlindungan justice collaborator. "Negara seperti Amerika Serikat, Italia, dan beberapa negara Eropa sudah mengatur perlindungan terhadap justice collaborator. Ini signifikan dalam menekan angka kejahatan serius seperti terorisme, narkoba, penggelapan pajak, korupsi dan lain-lain," pungkas Abdul.

Nihilnya aturan soal justice collaborator telah merugikan proses penyelesaian hukum. Contohnya, beberapa tahun lalu, Komjen Polisi Purn Susno Duadji pernah mengungkapkan beberapa skandal markus di Mabes Polri. Namun, meski telah mendapat perlindungan dari LPSK, Susno tetap jadi pesakitan dalam kasus penggelapan dana pengamanan Pemilukada Jawa Barat 2008. Kesaksian Susno pun menguap tanpa tindak lanjut

Selain soal justice collaborator, Abdul Haris juga menyoroti masalah restorasi justice yang tak diatur dalam RUU KUHP.  Restorasi justice menyatakan bahwa hukuman badan, dalam tindak pidana tertentu, tidak menjadi prioritas. Sebab, pelaku diprioritaskan untuk membantu meringankan penderitaan korban tindak kejahatan.

Namun, Haris mengakui, tidak semua tindak kejahatan bisa diatur dengan restorasi justice. "Memang tidak semua tindak kejahatan bisa diberi ganti rugi oleh pelaku. Beberapa jenis kejahatan seperti pencurian, bisa diatur dengan ini. Restorasi justice memang biasanya hanya bisa dilakukan untuk kejahatan yang hukumannya tidak terlalu berat," imbuh Abdul Haris.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×