kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK: Jika DPR mau merevisi UU MD3, hebat!


Sabtu, 22 November 2014 / 11:59 WIB
KPK: Jika DPR mau merevisi UU MD3, hebat!
ILUSTRASI. Ada 8 proyek pembangunan berkelanjutan yang ditawarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada investor. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja menilai, hak imunitas anggota DPR yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) merupakan salah satu kelemahan undang-undang tersebut. 

Dia pun sepakat jika beberapa pasal yang berpotensi 'melumpuhkan' penegakkan hukum itu direvisi. "Sangat setuju. Itu salah satu kelemahan UU MD3 yang perlu diuji materi Ke MK," ujar Adnan melalui pesan singkat, Sabtu (22/11/2014).

Menurut Adnan, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum. Namun, Adnan menyangsikan anggota DPR mau merevisi sejumlah pasal yang dapat membatalkan pemanggilan anggota DPR terkait proses hukum tindak pidana. "Mana mau mereka dengar KPK. Kalau mereka bersedia mengoreksi, hebat," kata Adnan.

Dalam pasal 224 ayat (5) disebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). 

Selain itu, dalam ayat (6), diatur bahwa MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima. Adnan menganggap, permohonan persetujuan tersebut justru memperlambat proses penyidikan. 

Lagipula, kata Adnan, dalam pemerintahan sebelumnya Mahkamah Kehormatan Dewan tidak nampak kinerjanya karena tak menjalankan fungsinya dengan baik. "Coba tengok Badan Kehormatan DPR lalu. Hampir tidak kerja karena mereka saling menyandera," ujar Adnan. 

Sementara pada ayat (7) menyebutkan, jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, maka surat pemanggilan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum. Meski demikian, ada aturan lain yang mengatur soal pemanggilan anggota DPR terkait tindak pidana, yakni dalam Pasal 245.

Dalam pasal tersebut, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD. Dalam ayat (2), diatur bahwa jika MKD tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu 30 hari sejak permohonan diterima, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×