Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menegaskan, DPR tak akan menghapus atau pun merevisi pasal yang mengatur mengenai kekebalan hukum anggota DPR dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Agus mengatakan, revisi UU MD3 hanya akan dilakukan sesuai kesepakatan damai yang sudah dibuat oleh Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia hebat.
"Yang kami ketahui, revisi UU MD3 lebih dikhususkan untuk membahas kesepakatan yang telah dibuat," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/11).
Kesepakatan yang dimaksud adalah merevisi pasal-pasal yang mengatur mengenai kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD). Sesuai kesepakatan, akan ada penambahan satu kursi wakil ketua di setiap AKD untuk mengakomodir keinginan KIH. Selain itu, akan direvisi pula pasal-pasal untuk menghapus hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat di tingkat komisi.
"Selain yang sudah ada di kesepakatan, tidak akan dibahas lagi," kata Agus.
Namun, Agus membantah bahwa keengganan untuk merevisi pasal tersebut karena DPR ingin mempertahankan kekebalan hukum bagi Anggotanya. Dia juga membantah bahwa pasal itu memang sengaja disusun untuk membuat anggota DPR kebal hukum. "Ini supaya bisa cepat selesai saja," ujar Agus.
Dalam pasal 224 ayat (5) menyebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dalam ayat (6), diatur bahwa MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima.
Namun, ayat 7 menyebutkan, jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, maka surat pemanggilan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum. (Ihsanuddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News